London–Lonjakan harga minyak mentah dunia sudah memasuki ‘zona berbahaya’ dan bisa membahayakan proses pemulihan ekonomi di sejumlah negara maju yang masih rapuh pada tahun ini.
Demikian disampaikan kepala ekonom International Energy Agency (IEA), Fatih Biro dalam wawancaranya dengan Financial Times dan dikutip dari AFP, Rabu (5/1).
“Harga minyak memasuki zona berbahaya untuk perekonomian dunia. Aturan impor minyak menjadi ancaman pemulihan ekonomi. Ini merupakan alarm tanda bahaya untuk negara-negara konsumen minyak dan juga produsen minyak,” urainya.
Mengutip analisis IEA, pada tahun lalu impor minyak di 34 negara anggota Organisation for Economi Cooperation and Development (OECD) telah melonjak hingga US$ 200 miliar menjadi US$ 790 miliar pada akhir 2010.
Dan harga minyak yang semakin mendekati US$ 100 per barel, Birol menilai hal itu akan memberikan tekanan untuk OPEC yang pada bulan lalu memutuskan untuk mempertahankan kuota produksinya di tengah kenaikan harga-harga komoditas.
Seperti diketahui, harga minyak mentah dunia, Senin (3/1) sempat mencapai titik tertingginya, dengan minyak light sweet menembus US$ 92,10 oer barel, atau tertinggi sejak Oktober 2008. Sementara minyak Brent menembus US$ 96,17 per barel, tertinggi dalam 2 tahun terakhir.
Namun pada perdagangan Rabu (5/1), harga minyak kembali surut di bawah US$ 90 per barel. Pada perdagangan di pasar Singapura, minyak light sweet turun 15 sen menjadi US$ 89,23 per barel dan minyak Brent turun 23 sen menjadi US$ 93,30 per barel.
Birol menegaskan, negara-negara OECD tercatat menguasai 65% dari total impor minyak global. Dan menurutnya, lonjakan harga minyak mentah dunia ini sama sekali tidak diinginkan oleh siapapun, termasuk para pengekspor minyak.
“Para eksportir minyak memerlukan klien dengan perekonomian yang sehat, namun tingginya harga minyak ini kemudian secara cepat atau lambat akan membuat perekonomian sakit dan itu berarti impor minyak akan berkurang,” ujarnya.
“Dalam jangka pendek, mungkin ini adalah ide yang buruk bahwa para produsen siap untuk meningkatkan produksi dan menunjukkan pengertiannya bahwa tingginya harga minyak ini tidak bagi untuk perekonomian global,” imbuhnya.
dtc/tiw