Jakarta–Tahun 2010 telah berlalu beberapa jam lalu. Dari berbagai refleksi akhir tahun ada perhatian khusus terhadap peran perempuan dalam sektor domestik ataupun peran sosial Kaum Hawa ini.
“Meski Indonesia sudah memiliki UU No. 23/ 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), namun faktanya UU tersebut implementasinya belum memberikan rasa keadilan bagi korban,” kata pengacara publik LBH Apik Jakarta. Abdul Hamim Jauzie seperti dilansir detikcom, Sabtu, (1/1).
Hamim mencontohkan dalam menilai berat ringannya kekerasan fisik terhadap korban perempuan, polisi hanya mendasarkan atas pengamatan langsung pada korban yang bersifat subjektif.
Meski secara umum hasil visum medis disertakan, namun pengamatan langsung atas kondisi korban tetap menjadi prioritas utama.
“Jaksa Penuntut Umum menghindari melakukan penuntutan maksimal untuk kasus KDRT. Sekitar 4–6 bulan,” beber Hamim.
Hamim menuturkan, di ranah domestik pada 2010 ini Kementerian Kesehatan memberikan izin poligami kepada dokter di sebuah rumah sakit pemerintah di Jakarta.
Lantas, atas permintaan isteri LBH APIK Jakarta mengajukan gugatan pembatalan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
“Dan hasilnya pernikahan tersebut harus dibatalkan,” papar Hamim,
Tahun 2010 juga dinilai tahun tidak ramah bagi perempuan dalam bidang regulasi publik. Hal tersebut tercermin dalam UU KUHP yang berpandangan maskulinitas.
Juga ratusan peraturan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan seperti DPRD Jambi merencanakan pembuatan Perda Keperawanan.
“Kasus serupa juga terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireun mendesak Bupati Bireun untuk mencopot Camat Plimbang Bireun Anisah,” tutup Hamim.
dtc/nad