Soloraya
Jumat, 5 November 2010 - 02:08 WIB

Siti Muslimah, istiqomah meski sering diteror

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Wonogiri  (Espos)--Teror, baik secara lisan maupun melalui tulisan pernah menjadi makanan sehari-hari perempuan berusia 57 tahun bernama lengkap Siti Muslimah ini. Meski demikian, hal itu tidak pernah bisa menghentikannya. Dia tetap istiqomah melakukan aktivitasnya sebagai pendamping perempuan dan anak korban kekerasan.

Tindakan beraninya itu bukannya tanpa sebab dan alasan. Dia mengaku selalu ingin membantu para korban kekerasan itu memperoleh keadilan serta mencegah mereka dari kehancuran mental. Hal yang nyaris dialaminya sendiri sekitar 11 tahun lalu.

Advertisement

November 1999 menjadi awal masa-masa gelap dan penuh penderitaan bagi perempuan bertubuh mungil ini. Anak perempuan Siti yang menderita tuna grahita pernah diperkosa. “Saat itu dia baru berusia 16 tahun. Pelakunya kebetulan adalah tetangga kami sendiri, yang anaknya kebetulan juga murid saya di sekolah. Sejak itu hidup kami berubah. Upaya bertahun-tahun untuk membuatnya bisa mandiri kembali ke titik nol. Bahkan sekarang, cara makanpun dia lupa saking mendalamnya trauma yang dia rasakan,” ungkap ibu tiga anak yang sehari-hari bekerja sebagai guru SDN 6 Wonogiri tersebut, saat ditemui Espos di kediamannya di Kerdukepik RT 1/RW II Kelurahan Giripurwo, Wonogiri, Kamis (4/11).

Dibantu sejumlah yayasan dan lembaga pendamping korban kekerasan, seperti Yayasan Kakak dan Spekham, Siti berjuang mati-matian untuk mendapatkan keadilan. Selama proses itu, berbagai ujian menghadang. Dia sering diteror, tidak hanya oleh masyarakat di lingkungan sekitar tapi juga oleh kalangan yang seharusnya memberikan perlindungan hukum. Tapi dia tidak mundur, sampai akhirnya pelaku pemerkosaan anaknya dihukum lima tahun penjara.

Sejak itulah, Siti mengaku tergerak untuk membantu siapapun yang mengalami hal serupa. Dia akan berusaha membantu siapapun yang mengalami penderitaan akibat kekerasan, meskipun teror terus berdatangan.

Advertisement

“Saya merasakan betul betapa sulitnya. Bahkan dalam posisi korbanpun, orang-orang masih tetap menyalahkan kami. Men-<I>judge<I> kami tanpa ampun,” ungkap guru yang mengaku pernah menjadi pembimbing bidang mengarang, puisi, prosa dan lain-lainnya dalam lomba tingkat nasional mapun provinsi namun kemudian berhenti karena banyaknya cercaan setelah peristiwa pemerkosaan anaknya itu.

Kini, di usianya yang sudah menginjak 57 tahun, Siti masih aktif mendampingi perempuan dan anak korban kekerasan. Tiap tahun, rata-rata 20-30 kasus ditanganinya. Tak jarang ia harus bepergian jauh hingga wilayah Kismantoro, Baturetno, dan wilayah perbatasan lainnya, dengan dana bantuan maupun biaya sendiri. SK Bupati yang menetapkannya sebagai pendamping korban dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diterimanya pada 2005 lalu dari Dinas Sosial Wonogiri menjadi pegangannya.
“Kasus kekerasan di Wonogiri ini sebenarnya sangat tinggi. Namun, upaya penanganannya sangat kurang,” katanya.

shs

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci : Kekerasan Wonogiri
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif