News
Jumat, 8 Oktober 2010 - 11:47 WIB

Institut Hijau Indonesia: Banjir Wasior bukan karena alam, tapi manusia

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta--Cuaca ekstrem tengah melanda Indonesia. Akibatnya, musim kemarau pun basah alias banyak hujan.

Namun bukan curah hujan yang banyaklah penyebab utama banjir yang melanda Wasior, Papua Barat, melainkan ulah manusia.

Advertisement

“Bencana yang terjadi di Wasior bukan karena faktor alam, tetapi karena ulah manusia yang hanya mengejar keuntungan sesaat dan tidak menjaga keberlanjutan kelestarian hutan alam di wilayah tersebut,” ujar Ketua Institut Hijau Indonesi, Chalid Muhammad dalam keterangan pers di kantornya, Perumahan Griya Asri, Perdatam, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/10).

Chalid menuturkan, bencana di Wasior masuk kategori bencana ekologis. Pemicunya adalah kerusakan dan perubahan fungsi-fungsi lingkungan hidup yang telah berlangsung beberapa tahun terakhir di wilayah itu.

Advertisement

Chalid menuturkan, bencana di Wasior masuk kategori bencana ekologis. Pemicunya adalah kerusakan dan perubahan fungsi-fungsi lingkungan hidup yang telah berlangsung beberapa tahun terakhir di wilayah itu.

Analisa citra satelit tahun 2005 hingga 2009 menunjukkan telah terjadi deforestasi atau alih fungsi hutan seluas lebih dari 1 juta hektare atau berkisar sekitar 250 hektare per tahun di Papua Barat.

Salah satunya disebabkan pemerintah pusat yang telah memberikan izin bagi 20 perusahan untuk mendapatkan hak penguasaan hutan (HPH) dengan luas total 3,5 juta hektare di Papua Barat.

Advertisement

Aktivitas penambangan memicu pergerakan tanah karena tingkat pergerakan tanah di daerah Papua cukup labil. Bila illegal logging dan proses pertambangan terus dilakukan, akan berpotensi besar menimbulkan longsor karena pergerakan tanah yang cepat di Papua.

Chalid pun mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi secara mendasar model perizinan dan modul-modul pertambangan di Papua yang lebih ramah sosial dan lebih ramah lingkungan hidup.

Selain itu pemerintah pusat dan daerah harus duduk bersama merumuskan kembali model pembangunan yang lebih berpihak pada kepentingan rakyat Papua.

Advertisement

“Pemerintah pusat dan daerah agar mencabut perizinan-perizinan yang telah diberikan yang berpotensi meningkatkan bencana ekologis dan konflik dengan penduduk lokal,” pinta Chalid.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, hingga Kamis (7/10) sore, 91 korban meninggal dan 68 orang masih hilang akibat banjir bandang yang mirip tsunami pada 4 Oktober lalu.

Sedangkan versi Palang Merah Indonesia (PMI) Distrik Wasior, korban meninggal mencapai 95 orang dan 76 orang masih hilang. Kemudian, sekitar 1.061 warga mengalami luka-luka.

Advertisement

Kini tim penyelamat yang terdiri atas Tim SAR dengan dibantu TNI dan Polri terus melakukan pencarian korban. Alat berat turut dikerahkan untuk mencari korban. Sayangnya, pencarian tidak bisa dilakukan hingga malam karena terkendala listrik di lapangan.

dtc/nad

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif