News
Sabtu, 20 November 2010 - 15:17 WIB

Sekilas profil Pusat Pengendalian Risiko Gempa di Kobe

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kobe–Ibukota prefektur (provinsi) Hyogo, Kobe, sekitar 500 Km arah barat daya Tokyo, Jepang, kini benar-benar telah bangkit. Gedung pencakar langit bertebaran di sudut kota, begitu pula dengan jalan-jalan layang di sepanjang pelabuhan internasionalnya.

Jaringan transportasi di kota yang berada di kaki Gunung Rokko tersebut juga sangat bagus. Kobe dilalui  kereta api super cepat Shinkansen. Sementara transportasi di tengah kota dilayani kereta api listrik dan bus. Salah satu stasiun di Kobe adalah Sannomiya, stasiun dengan desain cukup elok.

Advertisement

Singkat kata, Kobe adalah kota yang menawan. Hampir tidak bisa dipercaya kalau 15 tahun yang lalu kota ini hancur lebur diguncang gempa 7,3 SR.

Gempa yang berpusat di darat dengan kedalaman 16 Km ini membuat 249.180 bangunan roboh. 6.434 Warga Kobe tewas dan 300 ribu lainnya kehilangan tempat tinggal.

Advertisement

Gempa yang berpusat di darat dengan kedalaman 16 Km ini membuat 249.180 bangunan roboh. 6.434 Warga Kobe tewas dan 300 ribu lainnya kehilangan tempat tinggal.

Gempa pukul 05.46 pagi, yang diingat masyarakat Kobe dengan sebutan Great Hanshin-Awaji Earhquake, itu, tentu menimbulkan pengalaman traumatis. Namun, wajah Kobe hari ini membuktikan bahwa proses recovery pasca gempa mengerikan tersebut telah berhasil mengembalikan kehidupan mereka seperti dulu. Masyarakat Kobe kini hidup normal sekaligus tertib.

Gempa juga membuat masyarakat Kobe belajar tentang bagaimana mengantisipasinya apabila peristiwa serupa  terjadi lagi di masa depan. Karena itu, mereka mendirikan pusat pengendalian risiko bencana dan pemulihan kehidupan masyarakat atau Disaster Reduction and Human Renovation Institution (DR-HRI).

Advertisement

Didirikan tahun 2002 atau 7 tahun pasca gempa, DRI-HRI memiliki 6 bagian utama. Direktur Eksekutif DRI-HRI Yoshikawa Kawata membeberkan, keenam bagian itu adalah museum gempa Kobe, pelestarian dokumen dan material gempa, pelatihan manajemen penanganan gempa, penelitian untuk pengendalian risiko bencana dan pengembangan ahli, markas bantuan bencana, serta pembangunan jaringan informasi bencana dengan lembaga internasional.

Museum gempa Kobe menempati lantai empat. Kali pertama, pengunjung akan dimasukkan ke dalam ruangan gelap berkapasitas 100-an pengunjung. Ruangan ini lebih mirip wahana simulator yang berada di Dunia Fantasi, Ancol. Pengunjung dibawa untuk merasakan dramatisnya gempa Kobe pada 17 Januari 1995 lalu melalui sebuah tayangan layar lebar.

Terlihat gambaran bagaimana gempa dahsyat itu meluluhlantakkan Kobe. Jalan layang yang berada di tengah  kota ambruk dan mobil-mobil berjatuhan. Begitu pula dengan fly over yang dilalui kereta api. Sebuah kereta yang tengah melintas di layang tersebut terlempar. Gedung-gedung, tak terkecuali rumah penduduk, roboh. Setelah itu, api berkobar di mana-mana.

Advertisement

Sebenarnya, lantai tempat pengunjung berpijak dapat bergoyang mengikuti goncangan gempa bumi yang ada dalam tayangan sepanjang 15 menit tersebut. Pengunjung diberi pengaman dengan sebuah pegangan besi di depan mereka berdiri.

Akan tetapi, ketika Wakil Presiden (Wapres) Boediono disertai sejumlah pejabat dan wartawan Indonesia berkesempatan berada di ruangan itu, Selasa (15/11), lalu, lantai bergerak itu tidak difungsikan.

Setelah dari situ, pengunjung berjalan menyusuri ruangan yang berisi diorama gempa Kobe. Di bagian ini, ditampilkan kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi, seperti rumah-rumah penduduk yang tinggal puing-puing berserakan. Kemudian, pengunjung diarahkan ke sebuah ruangan mirip bioskop.

Advertisement

Di situ, diputarlah film yang berkisah tentang pengalaman seorang gadis yang beruntung dapat selamat dari gempa Koba. Korban yang kehilangan adiknya ini bercerita dari mulai terjadinya gempa, proses evakuasi, derita di pengungsian, pembangunan hunian sementara, hingga Kobe yang kini telah pulih kembali. Film itu menggunakan bahasa Jepang, namun tuan rumah juga menyediakan alat penerjemah bahasa Inggris.

“Saya sangat terenyuh menyaksikan film tadi,” kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa, salah satu menteri yang ikut rombongan Wapres.

Usai menyaksikan film, pengunjung dibawa ke ruangan yang berisi dokumentasi gempa Kobe. Total koleksi yang dimiliki DR-HRI berjumlah 171.437 buah, terdiri dari paper (163.000), material (1.4150) foto (5.794), serta audio visual (1.131). Saat ini DR-HRI juga mempunyai 170 volunter, 45 penjaga stan, 50 orang penerjemah bahasa Inggris, Korea, China, dan Spanyol.

“Museum ini bekerja sama dengan korban bencana alam dan sukarelawan. Museum ini menyajikan pengalaman hidup dan pelajaran tentang gempa bumi kepada masyarakat dunia serta anak-anak yang akan menciptakan kehidupan di masa depan,” ungkap Yoshikawa.

Yoshikawa menambahkan, untuk pelatihan manajemen penanganan bencana, pihaknya melatih pemerintah lokal yang memainkan peran sentral dalam penanggulangan bencana. Pelatihan ini memberikan pengetahuan dan keterampilan yang komprehensif untuk mengurangi dampak gempa bumi. Sedangkan dalam bidang penelitian, DR-HRI mempunyai 10 peneliti senior bergelar profesor serta 7 peneliti yang sedang berada dalam tahap promosi.

Selain dengan ADRD, DR-HRI juga menjalin jaringan informasi dengan berbagai organisasi di dunia, antara lain Eartquake Disaster Mitigation Research Center (EDM), National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention (NIED), Kansai Research Center of The Institute For Global Environment Strategies (IGES), International Recovery Platform (IRP), dan United Nations Center for Regional Development (UNCRD) Disaster Management Planning Hyogo Office.

dtc/nad

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif