Hal itu disampaikan Sajjad Mohammadi Ashtiani melalui telepon dalam konferensi pers yang dikoordinir di Paris oleh ahli filsafat Prancis Bernard-Henri Levy.
“Ramadan segera berakhir dan menurut hukum Islam, eksekusi bisa dilanjutkan,” ujar Sajjad seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (7/9).
Dikatakan pemuda berumur 22 tahun itu, dirinya tak pernah bisa menemui ibunya sejak 11 Agustus lalu. “Kunjungan mingguan telah dihentikan. Kami dengar dia mendapat 99 pukulan cambuk di penjara,” kata pria muda Iran itu.
Sakineh telah dijatuhi hukuman mati dengan cara dirajam atas dakwaan perzinahan. Wanita berumur 43 tahun itu juga dituduh terlibat dalam pembunuhan suaminya. Kasus ibu dua anak itu telah mengundang perhatian dunia internasional.
Pemerintah sejumlah negara dan badan-badan HAM mengecam hukuman rajam yang dijatuhkan terhadap Sakineh sebagai tindakan barbar. Mereka juga meragukan apakah wanita Iran itu telah mendapatkan pengadilan yang fair.
“Wanita ini menghadapi eksekusi paling barbar dalam beberapa hari mendatang,” ujar Levy mengingatkan. Tokoh intelektual terkemuka Prancis itu telah mengumpulkan petisi yang didukung oleh 80 ribu orang, yang menyerukan pembebasan Sakineh.
Beberapa waktu lalu pemerintah Iran telah menyatakan bahwa hukuman rajam terhadap Sakineh untuk sementara ini ditunda. Namun Sakineh masih mungkin dieksekusi dengan cara digantung.
dtc/rif