Kaleidoskop
Kamis, 30 Desember 2010 - 20:03 WIB

Merapi erupsi, Pemkab terkesan keteteran (Boyolali-bagian II/habis)

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Setelah dinamika politik di Boyolali berlangsung seru, di bidang sosial ekonomi, Pemkab Boyolali harus disibukkan dengan berbagai bencana. Salah satu yang terbesar yakni bencana erupsi Merapi. Dibandingkan tahun 2006 silam, bencana tahun ini memang sangat lain.

Pemkab dengan berbagai upaya telah melakukan antisipasi meletusnya Merapi. Dengan membandingkan hal yang sama pada tahun 2006, Pemkab pun berupaya membangun tempat penampungan akhir (TPA) di Lapangan Samiran, Selo.

Advertisement

Namun ibarat pepatah, manusia berencana, hanya Tuhan yang menentukan. Meski sudah mempersiapkan diri menghadapi bencana, Pemkab sendiri pun terlihat “keteteran” dalam menghadapi bencana Merapi itu sendiri. Hal itu tidak lepas dari aktivitas alam Merapi sendiri. Kawasan lereng Merapi yang masuk wilayah Boyolali “biasanya” terbebas dari bencana. Namun dalam tahun 2010 ini, bencana Merapi sepertinya merusakkan seluruh kawasan di lereng Merapi.

Hal itu dimulai 26 Oktober lalu, letusan pertama menandai fase erupsi gunung teraktif di Indonesia tersebut. Hal itu tidak berselang hingga November 2010.

Namun dibalik penanganan bencana Merapi, Pemkab Boyolali panen kecaman. Hal itu tidak lepas dari beberapa pejabat Pemkab Boyolali yang dipimpin Wabup Agus Purmanto melakukan Kunker ke Jembrana Bali untuk ngangsu kawruh terkait pelaksanaan Pilkades elektronik. Kecaman ini terlebih ditujukan bagi Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat yang notabene harus menangani bencana Merapi dan tidak bisa ditinggalkan dalam menangani masalah bencana.

Advertisement

Kecaman tak hanya dari kalangan Dewan, masyarakat umum pun memberikan cap merah atas kepergian para pejabat itu. Mereka menilai pejabat tidak punya sense of crisis dalam menangani bencana Merapi. Padahal, bencana Merapi 2010 ini memberikan rasa trauma yang besar bagi masyarakat di lereng Merapi. Hal itu tidak lepas dari pernyataan pemerintah yang harus mengosongkan wilayah hingga radius 20 km dari puncak Merapi.

Hal inilah membuat kawasan di Kota Boyolali menjadi berubah. Berbagai fasilitas umum dan milik pemerintah diserbu menjadi tempat pengungsian bagi puluhan ribu warga yang mendiami di wilayah lereng Merapi. Bahkan, beberapa wilayah di Magelang juga tidak luput dari lokasi pengungsian warga di Boyolali.
Sementara, dalam kurun 2010 ini, permasalahan hukum dan kriminalitas di Boyolali juga mengalami tren meningkat.

Bahkan, kasus-kasus baru muncul di tahun 2010 ini. Seperti pengungkapan kasus penyelundupan sabu-sabu seberat 1,2 kg dari Malaysia yang dilakukan Ramadan bin Rusli, pada awal Mei lalu.
Sabu-sabu yang ditaksir bernilai Rp 2,4 miliar itu berhasil digagalkan jajaran Bea Cukai Bandara Adi Soemarmo seusai mencurigai sebuah tas koper yang berisi bubuk kristal putih yang dimasukkan dalam enam botol bedak bayi.

Advertisement

Pengungkapan penyelundupan sabu-sabu itu menjadi kasus terbesar di Bandara Adi Soemarmo selama ini. Setelah menjalani persidangan, akhirnya PN Boyolali memvonis Ramadan bin Rusli dengan hukuman 15 tahun penjara.

Kasus lain yang menonjol selama 2010 itu yakni adanya kasus pembunuhan petani di Banyudono Boyolali dan pembunuhan terhadap istrinya yang dilakukan oleh suami. Pembunuhan yang dilatarbelakangi cemburu itu, sempat menghebohkan warga di Desa Denggungan, Kecamatan Banyudono pada medio Juni lalu. Kasus lain yakni pembunuhan bayi yang baru berusia 18 hari oleh ayah kandungnya sendiri di Juwangi, Agustus lalu.

Pembunuhan itu dilatarbelakangi masalah ekonomi. Selain itu, kasus pencabulan juga menghiasi dunia hukum dan kriminalitas di Boyolali.


(Oleh: Ahmad Mufid Aryono)

Advertisement
Kata Kunci : Boyolali Kalaeidoskop
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif