News
Senin, 13 Desember 2010 - 14:21 WIB

Hingga November, KPI terima 20.000 pengaduan

Redaksi Solopos.com  /  Arif Fajar Setiadi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta— Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sejak Januari hingga November 2010 menerima 20.000 pengaduan dari masyarakat tentang konten penyiaran yang ada di televisi.

“Jumlah pengaduan dari masyarakat ini mengalami peningkatan yang cukup drastis karena pada 2009 lalu hanya 7.500 pengaduan. Pengaduan ini kebanyakan mengenai konten ‘infotainment’ sekitar 80 persen,” kata Ketua KPI Dadang Rahmat Hidayat dalama diskusi publik “Kontroversi Konten Media Massa pada Era Kebebasan Pers” di Kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) di Jakarta, Senin.

Advertisement

Tak hanya itu, konten program sinetron, “reality show” dan masalah pemberitaan juga diadukan oleh masyarakat kepada KPI.

Menurut Dadang, pengaduan masyarakat terhadap konten penyiaran tiap tahunnya mengalami peningkatan, yakni tahun 2007 sebanyak 1.300 pengaduan, 2008 sebanyak 3.500 pengaduan, 2009 sebanyak 7.500 pengaduan dan hingga November 2010 sebanyak 20.000 pengaduan.

“Yang terkait pemberitaan hanya empat persen, namun yang dipermasalahkan adalah banyak penyiaran yang menonjolkan kekerasan dan konflik serta rekayasa. Biasanya nilai berita tinggi, tapi tidak mempertimbangkan aspek-aspek sosial lainnya. Lalu tidak jelasnya fakta dan opini,” katanya.

Advertisement

Dadang menilai, kebebasan berekspresi dan informasi yang dijamin UU penyiaran belum dioptimalkan oleh lembaga penyiaran, padahal siaran-siaran yang ada harus mampu mencerdaskan bangsa, memberikan informasi yang benar dan memberikan hiburan yang sehat, bukan menyesatkan.

“Undang-Undang Penyiaran saat ini tampaknya masih belum dioptimalkan oleh lembaga-lembaga penyiaran karena regulasinya belum dipahami dan belum diimplementasikan oleh semua pihak,” kata Dadang yang mengakui KPI juga masih kurang optimal untuk mengatasi permasalah-permasalahan yang ada.

Ia juga mengaku UU Penyiaran yang ada pun masih “bolong-bolong”, sehingga KPI tidak bisa secara luas mengatasi persoalan penyiaran.

Advertisement

“Perlu juga ada sertifikasi dan kompetensi agar wartawan bisa menyiarkan beritanya yang lebih berkualitas,” katanya.

ant/rif

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif