Solo (Espos)--Pengertian Sastra Inggris di negara-negara dunia ketiga, telah didefinisi ulang. Jika dulu Sastra Inggris sekadar sastra yang berasal dari Inggris, kini pengertian Sastra Inggris adalah semua karya sastra yang berbahasa Inggris.
Pemaknaan baru terhadap Sastra Inggris itu didasarkan pada Konferensi Internasional Sastra Inggris yang diadakan oleh Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo di Kusuma Sahid Prince Hotel (KSPH) Solo, 9-10 November.
Wakil ketua panitia konferensi internasional, Sri Kusuma Habsari, saat dihubungi Espos, Rabu (17/11) menerangkan hal itu merupakan satu dari tiga kesimpulan yang dihasilkan dalam konferensi tersebut. Dengan demikian, Sastra Inggris tidak hanya karya sastra yang berasal dari Inggris. Tapi semua karya sastra yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Inggris, termasuk Sastra Inggris.
Ia mencontohkan, ketika orang Indonesia membuat karya sastra berbahasa Inggris, hasil karyanya termasuk Sastra Inggris. “Sehingga pengertiannya lebih luas,” ujarnya.
Semakin diluaskannya definisi karya sastra Inggris, terangnya, diharapkan akan meningkatkan minat orang untuk belajar sastra Inggris. Hal ini karena dalam beberapa tahun terakhir, terjadi penurunan peminat Jurusan Sastra Inggris akibat kejenuhan karena sebelumnya yang disebut sastra Inggris hanyalah karya sastra yang berasal dari Inggris.
Selain itu, ujarnya, kesimpulan lain yang dihasilkan dalam konferensi tersebut adalah pengertian tentang sastra pascakolonial. Bahwa ketika menilai sebuah karya sastra, bisa didasarkan pada perspektif dari negara si penilai karya sastra itu. Bukan menilai berdasarkan perspektif orang Inggris ataupun orang Amerika Serikat.
“Ketika orang Indonesia menilai karya sastra Inggris, dia menilai berdasarkan perspektifnya sebagai orang Indonesia. Jika kebetulan dia beragama Islam, dia akan menilai berdasarkan perspektifnya sebagai orang Islam,” jelasnya.
Kesimpulan ketiga, ungkapnya, yaitu tentang sastra populer. Bahwa seorang pembaca karya sastra mempunyai hak untuk menilai karya sastra berdasarkan sudut pandangnya sendiri.
Konferensi internasional tersebut, terangnya, dihadiri oleh perwakilan dari beberapa negara. Diantaranya Malaysia, Iran, Oman, India dan beberapa negara di Afrika. Sebagai tindak lanjut dari konferensi tersebut, ujarnya, dari 50 makalah yang dibuat peserta konferensi, sebanyak 32 makalah akan dibuat sebuah buku dan diterbitkan.
ewt