Teknologi
Sabtu, 13 November 2010 - 08:57 WIB

90 Tahun lagi minyak habis

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Solopos/Antara)

Jakarta--Minyak akan habis dalam waktu 90 tahun sebelum energi alternatif ditemukan, demikian hasil penelitian terbaru dari Universitas California, Davis.

Prediksi ini dipublikasikan secara online pada 8 November dalam jurnal Environmental Science & Technology.

Advertisement

Penelitian ini didasarkan pada teori bahwa investor jangka panjang adalah penaksir terbaik untuk menjelaskan mengapa dan kapan teknologi energi alternatif terbarukan menjadi biasa digunakan.

“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa butuh waktu lama sebelum bahan bakar alternatif yang bisa diperbarui bisa bertahan, setidaknya dari perspektif pasar,” kata pemimpin penelitian, Debbie Niemeier, profesor teknik sipil dan lingkungan pada Universitas California, Davis.

Niemeier dan rekannya Nataliya Malyshkina berencana membuat perangkat baru yang akan membantu pembuat kebijakan menyusun target-target yang realistis mengenai ketahanan lingkungan dan mengevaluasi kemajuan yang dicapai untuk sasaran-sasaran itu.

Advertisement

Dua unsur kunci dari teori baru ini adalah kapitalisasi pasar (berdasarkan harga saham) dan dividen dari perusahaan-perusahaan minyak milik pemerintah dan perusahaan-perusahaan energi alternatif.

Para analis lain sebelumnya telah menggunakan persamaan-persamaan yang mirip untuk memprediksi iven-iven dalam keuangan, politik dan olah raga.

“Investor yang canggih cenderung meletakkan upaya besar pada pengumpulan, pemrosesan dan pemahaman informasi yang relevan dengan masa depan arus kas yang dibayarkan sekuritas-sekuritas,” jelas Malyshkina.

Advertisement

Hasilnya, lanjut dia, penaksiran pasar terhadap iven-iven masa depan yang mewakili prediksi bagian terbesar investor itu cenderung relatif akurat.

Niemeier menyampaikan hasil penelitian terbaru ini adalah peringatan terhadap target bahan bakar terbarukan sekarang yang tak cukup ambisius dalam mencegah masyarakat, pembangunan ekonomi dan ekosistem alam dirugikan karena ini.

“Kita memerlukan dukungan kebijakan yang lebih kuat untuk mendorong pembangunan teknologi pengganti ini,” lanjutnya.

dtc/nad

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif