News
Rabu, 3 November 2010 - 07:03 WIB

Istri Ponimin digendong tim SAR saat menyelamatkan diri

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sleman–Drama penyelamatan diri Ponimin dan keluarganya ternyata tidak seheroik yang diungkapkan pawang hujan tersebut di media massa. Ada sisi-sisi lain di mana ada peran dari tim SAR yang mengevakuasi keluarga ini.

Hal ini seperti yang diungkapkan Pandu Bani Nugraha, anggota Tim SAR yang membantu keluarga Ponimin selamat dari terjangan awan dan pasir panas. Pandu jugalah yang menggendong Yati, istri Ponimin sampai ke tempat evakuasi.

Advertisement

“Saya gendong di belakang Ibu Ponimin karena saya kasihan dia cuma pakai sendal teklek (sendal kayu). Saya gendong sampai bawah, sampai ketemu mobil terus kita dievakuasi bareng,” ujar Pandu di kediamannya di Jl Kaliurang KM 18, Pakem Sleman, Yogyakarta, Selasa (2/11) malam.

Secara runut, mahasiswa semester tiga Multi Media Training Center (MMTC) ini, menceritakan pengalamannya mengevakuasi warga saat Merapi mengamuk malam itu.

Advertisement

Secara runut, mahasiswa semester tiga Multi Media Training Center (MMTC) ini, menceritakan pengalamannya mengevakuasi warga saat Merapi mengamuk malam itu.

Sekitar pukul 18.00 WIB, Pandu dan sang ayah yang juga anggota Tim SAR mengelilingi desa Umbulharjo dan Kepuharjo sesaat setelah erupsi Merapi. Tim ini pertama kali menemukan korban awan panas di desa Umbulharjo yang segera dilarikan ke RS Panti Nugroho, Pakem.

Sekitar pukul 21.00 WIB Pandu memperoleh informasi bahwa ada tim SAR lainnya yang membutuhkan oksigen di dusun Kaliadem. Pemuda bertubuh besar ini pun kemudian meluncur ke lokasi bersama satu orang rekannya.

Advertisement

“Saya berani karena di pikiran saya, di atas sudah ada Tim SAR tapi sedang membutuhkan oksigen, makanya saya nekat keatas,” ujar Pandu dengan kedua telapak kaki yang masih dibalut perban.

Sesampainya di rumah paling atas, yakni rumah Mbah Ponimin, Pandu melihat Mbah Ponimin dan beberapa orang sedang melakukan estafet bantal. Motor Trail yang dikendarai Pandu pun kembali terjungkal karena ban nya terperosok dalam pasir yang sangat panas.

“Saya jatuh terus loncat ke pondasi di depan pagar rumah Mbah Ponimin. Saat itu Mbah Ponimin dan keluarga serta dua orang tim SAR sedang estafet dengan menginjak bantal,” kenang Pandu sambil meluruskan kedua kakinya.

Advertisement

Saat itu, di barisan terdepan dari estafet bantal tersebut adalah anggota Tim SAR tapi tidak kenalnya. Di belakangnya ada menantu Mbah Ponimin sambil menggendong kedua anaknya, lalu anak perempuan Mbah Ponimin, Istri mbah Ponimin, Mbah Ponimin sambil menggendong anak bungsunya dan orang terakhir adalah Tris yang juga relawan.

“Waktu itu semua pakai sepatu, kecuali Ibu Ponimin, makanya saya menawarkan diri untuk menggendongnya. Ibu Ponimin juga mau saya gendong di belakang,” ujarnya.

Estafet di tengah-tengah pasir panas dan diselimuti hujan abu vulkanik ini berlangsung beberapa menit dan menempuh jarak hampir kurang 1 Km. Pandu pun terus menggendong Yati di punggungnya.

Advertisement

“Sampai bawah terus ada dua mobil, kita terus naik mobil itu sampai ke RS Sardjito. Tadinya saya kira saya tidak apa-apa, tapi pas di mobil pick-up itu saya baru kerasa kalau kaki saya kena,” terangnya.

Saat itu Pandu telah mengenakan sepatu gunung, namun ia lupa untuk mengikat kuat-kuat tali sepatu. Alhasil, pasir panas yang masuk ke sepatu membuat pangkal kakinya melepuh. “Jadinya ya kaya gini mas. Di perban semua,” ujar.

Soal keluarga Mbah Ponimin yang selamat dari terjangan awan panas dengan berkemul mukena Ibu Yati, Pandu tidak tahu menahu cerita yang terkesan irasional itu.

“Nek itu saya ndak tahu mas bener apa nggaknya, tapi nek saya gendong Bu Ponimin itu leres (benar) adanya,” imbuhnya.

dtc/tiw

Advertisement
Kata Kunci : Ponimin
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif