Solo (Espos)--Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang giro wajib minumum (GWM) yang menyebutkan <I>loan to deposite ratio<I> (LDR) bank umum harus berada pada kisaran 78% hingga 100%, hanya akan dirasakan dampaknya oleh bank-bank cabang di daerah dari sisi target pertumbuhan yang dibebankan kantor pusat kepada cabangnya.
Di sampaikan Pemimpin BI Solo, Dewi Setyowati, LDR di cabang tidak mengindikasikan apa-apa. LDR yang diatur dalam PBI tersebut adalah LDR di kantor pusat setiap bank umum. Yang merupakan kompilasi kantor cabangnya se-Indonesia. Jadi, misalnya ada salah satu bank di Solo yang belum mencapai LDR 78%, maka tidak akan terkena penalti dari BI, asal LDR di kantor pusat bank tersebut memenuhi.
“Hanya saja, mungkin untuk bank-bank di cabang atau di daerah, akan dibebani target pencapaian pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari kantor pusatnya untuk memenuhi LDR 78%,” tutur Dewi, di sela-sela kunjungannya ke Griya Solopos, Jumat (15/10).
Dewi memastikan, rata-rata perbankan di Soloraya mampu memenuhi PBI yang baru tersebut. Karena, lanjut Dewi, per Agustus tahun ini saja, LDR rata-rata dari total seluruh perbankan di Soloraya mencapai posisi angka 100,27%. “Yang artinya, dalam penyaluran kredit bank-bank di Soloraya sudah cukup ekspansif.”
Seperti diketahui, BI segera menerapkan PBI No 12/19/PBI/2010 yang menyangkut kenaikan GWM primer dalam rupiah sebesar 8% dari semula yang hanya 5% serta GWM sekunder 2,5%. Kebijakan tersebut, berkaitan pula engan acuan LDR bank umum yang nantinya harus berada pada kisaran 78% hingga 100%. Bagi bank yang tidak memenuhi LDR minimal, maka akan terkena penalti yakni disinsentif 0,1% terhadap kekurangan tiap 1% LDR.
Peraturan baru dari BI tersebut, juga telah memicu beberapa bank menaikkan suku bunga kredit. Dewi pun meminta, masyarakat tidak panik dengan kenaikan bunga kredit yang ditawarkan bank-bank umum.
haw