“Pemerintahan Presiden Yudhoyono terperangkap pada politik pencitraan. Yakni pencitraan tentang keseriusan Presiden, pencitraan bahwa Pemerintah bekerja keras, dan pencitraan bahwa kebijakan Pemerintah berpihak kepada rakyat,” ujar Pengamat Politik LIPI Syamsudin Haris.
Hal itu dikatakan Syamsuddin dalam Seminar Nasional Sehari “Membangun Rumah Indonesia, Memihak Bangsa Sendiri” di kantor LIPI, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (3/8).
Syamsuddin menyampaikan, yang dilakukan SBY itu justru menghambat langkahnya dalam mensejahterakan rakyat. Krisis tabung gas misalnya, belum juga dituntaskan oleh Pemerintah.
“Indikasi paling jelas bahwa komitmen Presiden Yudhoyono hanya pada tingkat wacana atau pidato belaka yang tampak dalam penegasan komitmennya tentang kebijakan Pemerintah pro rakyat,” kritik Syamsudin.
Kelambanan SBY mengambil keputusan dirasakan Syamsudin justru semakin menyusahkan rakyat. Kenaikan BBM yang ditunda-tunda justru mengakibatkan kelangkaan stok karena ulah usil pengusaha.
“Sehingga membuka peluang bagi para spekulan BBM untuk memanfaatkan situasi ketidakpastian dan akhirnya berdampak pada kesulitan yang dihadapi rakyat,” terang Syamsudin.
Selain itu, Syamsudin menyampaikan, kecenderungan yang sama juga berlangsung di bidang pangan dan pertanian. Dalam berbagai kesempatan Presiden SBY mengatakan pemerintahannya memberdayakan petani dan pro pertanian.
“Tapi secara faktual, kebijakan terhadap komoditas beras misalnya, keberpihakan Pemerintah belum tampak. Pemerintah kita hanya menerapkan tarif impor 30 persen, sehingga petani kita megap-megap terus,” keluhnya.
dtc/nad