News
Selasa, 3 Agustus 2010 - 17:58 WIB

Jimly: Polisi identik dengan tukang peras

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Mafia peradilan melibatkan banyak orang dari berbagai level peradilan. Tingkatan mafia yang pertama adalah di level kepolisian. Sehingga polisi jadi identik dengan tukang peras.

“Mafia peradilan jangan dikacaukan dengan mafia hukum. Peradilan itu sistem, yang terlibat di dalam sistem peradilan banyak,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie saat memberikan sambutan di seminar ‘Lumpuhnya Sistem Keadilan: Tantangan Penegakan HAM dan Peran Advokat untuk Kepentingan Publik’ di Hotel Harris, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (3/8).

Advertisement

Ia mencontohkan tingkatan mafia peradilan yang pertama dijumpai adalah polisi. “Mafia pertama isinya tukang peras, tukang peras pertama itu polisi. Tapi ini polisi di Afrika,” selorohnya disambut gelak tawa peserta seminar.

Menurutnya, makin banyak kasus maka akan semakin banyak korban yang diperas. “Makin banyak kasus dia bersyukur. Jadi, Polisi itu identik dengan tukang peras,” tuturnya.

Tahap selanjutnya, kata Jimly, adalah di tingkat penuntutan di kejaksaan. Pemerasan terjadi dari mulai penyidikan sampai dengan eksekusi. “Walaupun jumlah perkaranya sedikit tapi waktunya banyak, jadi pendapatan jaksa dan polisi sama banyaknya,” ujar Jimly kembali disambut tawa.

Advertisement

Saat berkas dilimpahkan ke pengadilan, maka panitera akan mengambil peran dalam praktik mafia peradilan. “Karena dia sebagai manajer perkara dia tahu medan daripada hakim,” tutur jimly.

“Sampai di tangan hakim, karena sudah diperas dan tinggal tulang, dasar manusia, tetap saja diperas,” ujar Jimly.

Namun, di antara berbagai lembaga penegak hukum tersebut yang paling banyak mendapatkan keuntungan adalah pengacara. Karena pengacara dapat muncul sebelum polisi, jaksa, dan peradilan menangani perkara orang atau kelompok tertentu.

Advertisement

Hal seperti itu, jelas Jimly, tidak bisa disembuhkan dengan sekadar memberikan khotbah. “Kita tidak bisa menyembuhkannya dengan khotbah, sistemnya yang harus diubah,” tuturnya.

Menurut Jimly, reformasi hukum dan sistem peradilan di Indonesia tergolong terlambat bila dibandingkan dengan reformasi politik dan ekonomi. Akibat keterlambatan pemerintah dalam mereformasi hukum dan peradilan, dibentuklah Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum.

dtc/nad

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif