“Kalau 70% lebih (pengemis dari warga berkecukupan),” kata Kabid Sosial Dinsosnakertrans, Agus Hastanto saat ditemui Espos, Selasa (13/7). Selain itu, sebagian besar pengemis tersebut berasal dari luar kota. Tak hanya itu, usia para pengemis juga masih usia kerja, antara 30-50 tahun. Dan sebagian lainnya sudah jompo dan cacat.
“Ini persoalan mental warga. Kalau buruh cuci sehari dapat Rp 20.000 misalnya, sedang hanya mengemis bisa lebih dari itu, lalu pilih mana, kan hasilnya banyak pengemis dengan hanya sedikit kerja,” katanya.
Ia menceritakan, alasan para pengemis itu tetap bertahan pada profesinya karena sudah merasa nyaman dan menikmatinya. Bahkan, tambahnya, tidak sedikit para pengemis itu hingga mampu memiliki rumah bagus di desanya masing-masing. Kondisi ini membuat piahknya kewalahan untuk melakukan pembinaan. “Ini jadi motivasi kami menyadarkan mereka untuk dapat bekerja dan mencari penghasilan lebih baik,” ujarnya.
Di sisi lain ia berharap warga lebih cermat dan bijaksana dalam memberikan sedekah kepada pengemis. Tindakan itu secara tidak langsung melanggengkan pengemis. Bersedekah ke tempat-tempat sosial, seperti panti asuhan atau lembaga zakat dirasa lebih tepat sasaran.
m86