News
Sabtu, 3 Juli 2010 - 14:57 WIB

13.320 SD di Indonesia masih rusak

Redaksi Solopos.com  /  Arif Fajar Setiadi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Banyumas—Jumlah bangunan SD di Indonesia yang mengalami kerusakan, sampai  saat ini masih tersisa sembilan persen dari 148.000 SD di seluruh Indonesia atau sekitar 13.320 SD.

“Pada tahun 2003 ada 40 persen sekolah rusak yang merupakan bangunan inpres sekitar tahun 1968. Setelah dilakukan pembangunan melalui berbagai program pemerintah, saat ini tinggal sembilan persen,” kata Direktur Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar Kemdiknas Mudjito di sela-sela peresmian sejumlah sekolah yang direnovasi oleh Yayasan Tileng Belanda (Stichting Tileng Foundation Netherland) di Baturaden, Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (3/7).

Advertisement

Kendati demikian, dia mengatakan, perbaikan terhadap bangunan sekolah harus dilakukan terus-menerus untuk menghindari kerusakan yang semakin parah.

Dia mengakui adanya sejumlah lembaga yang memberikan dana hibah untuk perbaikan bangunan melalui pendekatan berbasis sekolah, yakni uang tersebut langsung diserahkan kepada sekolah untuk pengelolaannya (swakelola-red.).

Akan tetapi, kata dia, jumlah lembaga pemberi hibah tersebut tidak banyak sehingga anggaran perbaikan bangunan sekolah sering kali dilakukan secara “sharing” antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Advertisement

“Biasanya kita ‘sharing’, pemerintah pusat 90 persen dan daerah 10 persen. Melalui ‘sharing’ ini diharapkan adanya kepedulian pemerintah daerah,” katanya.

Disinggung mengenai kemungkinan adanya rencana penambahan SD di Indonesia, dia mengatakan, hal itu tergantung kebutuhan atau permintaan masyarakat.

Menurut dia, saat ini  Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) ingin meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM) terlebih dulu yang baru 95 persen sehingga dapat mencapai 100 persen.

Advertisement

“Kalau Angka Partisipasi Kasar (APK) sudah mencapai 115 persen. Kita ingin APM-nya bisa mencapai 100 persen,” katanya.

Menurut dia, belum tercapainya APM sebesar 100 persen ini disebabkan banyaknya anak yang putus sekolah di daerah-daerah terpencil.

“Kita ingin mengejar yang lima persen ini, antara lain dengan meningkatkan wajib belajar,” katanya.

ant/rif

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif