Jakarta--Usulan Fraksi Partai Golkar supaya setiap anggota DPR RI diberi dana Rp 15 miliar atau totalnya Rp 8,4 triliun per tahun, dikecam habis-habisan.
Pengamat hukum tata negara, Irmanputra Sidin, menilai, usulan itu hanya digunakan untuk memenuhi janji-janji pribadi para anggota DPR kepada konstituennya dan menggunakan dalih penyaluran aspirasi daerah pemilihan para anggota DPR.
“Janji pribadi mereka tidak bisa dialihkan menjadi beban negara. Ini tentunya sangat inkonstitusional,” ujar Irman kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (31/5).
Irman mengatakan, jika usulan Golkar itu lolos, sistem politik di Indonesia memang tidak beres dan membuktikan bahwa memang ada politik uang dalam proses pemilihan mereka.
Irman mengatakan, jika usulan Golkar itu lolos, sistem politik di Indonesia memang tidak beres dan membuktikan bahwa memang ada politik uang dalam proses pemilihan mereka.
Irmanputra curiga anggaran itu kelak tidak untuk menguatkan fungsi kedewanan mereka seperti legislasi, anggaran dan pengawasan.
“Memang ada budaya politik yang tidak beres seperti money politic dalam proses pemilihan mereka, namun negara tidak bisa menalangi janji-janji mereka. Seperti janji memberikan bantuan biaya khitanan kepada konstituen, masa hal itu menjadi beban negara, ini kan tidak beres,” jelasnya.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Adrinof Chaniago, punya penilaian senada. Menurutnya, jika kebijakan tersebut disetujui, sama saja melegalkan perampasan uang negara.
Ia menjelaskan, usulan bagi-bagi duit itu mengesankan DPR sangat rakus dan memanfaatkan kewenangannya untuk mendapatkan fasilitas bagi kepentingan politik dan ekonomi masing-masing.
“Ini kebijakan yang tidak benar, saya menolak adanya kebijakan semacam itu. Dalam konteks ini, jelas DPR memanfaatkan keuangan negara untuk kepentingan politik dan ekonomi masing-masing,” tegas Adrinof.
Menurut Adrinof, kebijakan semacam itu jelas bertentangan dengan amanat konstitusi. DPR hanya diamanatkan oleh kontitusi dengan tiga kewenangan, legislasi, pengawasan dan penganggaran.
“Tidak ada fungsi pelaksanaan kebijakan. Kalau usulan itu (15 miliar) dilakukan, sama saja DPR melanggar konstitusi,” tukasnya.
kompas.com