“Karena kesan saya, mereka (pengguna tanah persil-red) mintanya dibagikan begitu saja, tak perlu pakai uang pengganti. Ya tak bisa seperti itu (tanpa adanya ganti rugi-red),” katanya kepada wartawan di Kota Semarang, Rabu (26/5).
Pernyataan Gubernur ini menanggapi sebagian besar pengguna tanah persil Tawangmangu belum bersedia membayar ganti rugi tanah tersebut.
Para pengguna tanah persil itu, sambung Bibit mestinya harus menyadari bahwa tanah yang mereka tempati sekarang bukan merupakan hak miliknya. Tapi milik Perusahaan Daerah (Perusda) Pengelola Pariwisata Tawangmangu (PPT) sehingga bila diminta yang punya harus pindah.
Apalagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng juga telah memberikan kemudahan kepada para pengguna yakni, bisa membayar secara mengansur, tak harus sekaligus.
“Menurut saya yang kebangeten rakyat kita, bukan hak milik mereka tapi tak mau pindah,” tandas Gubernur.
Lebih lanjut, Bibit menyatakan, masalah tanah persil Tawangmangu sudah berlansung turun temurun sejak Gubernur Jateng I, tapi tak pernah selesai. Untuk menyelesaikan tanah persil, telah dilakukan secara bertahap termasuk jalan musyawarah, karena tak ada perkembangan kemudian Pemprov menempuh jalur hukum.
Pemprov melalui Kejaksaan Tinggi (Kejakti) Jateng selaku pengacara negara akan melakukan somasi kepada pengguna tanah persil Tawangmangu yang membandel tak membayar sewa.
“Setelah akan disomasi, pengguna tanah persil ribut menuding Gubernur ingkar janji. Gubernur tak ingkar janji,” ujar Bibit.
Pelepasan aset tanah persil Tawangmangu milik Pemprov Jateng ini telah mendapat persetujuan dari DPRD Jateng pada tahun 2097.
oto