Demak (Espos)--Kondisi lingkungan hidup di Jawa Tengah (Jateng) semakin hari bertambah buruk, sehingga sedikitnya sebanyak 22 kabupaten/kota rawan terjadi bencana alam.
Demikian diungkapan pakar lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Sudharto P Hadi kepada wartawan di sela penanaman pohon trembesi program Djarum Trees for Life di Demak, Rabu (12/5).
Hadir dalam kegiatan tersebut para rektor perguruan tinggi negeri (PTN) dan PTS di Jateng, komunitas blogers, penerima beasiswa Djarum, dan grup band ibukota Nidji.
Menurut Prof Sudharto, indikasi semakin rusaknya lingkungan hidup di Jateng, yakni saai ini sebanyak 22 dari 35 kabupaten/kota yang ada rawan bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan.
“Sebanyak 22 Kabupaten/kota ini pada musim hujan rawan banjir dan tanah longsor, bila musim kemarau kekeringan,” tandasnya.
Kabupaten/kota rawan bencana itu di antaranya, Kota Semarang, Solo, Demak, Kudus, Pati, Rembang, Kendal, Pekalongan, Sragen, Karanganyar, Wonosobo , dan Blora.
Lebih lanjut Prof Sudharto menyatakan, penyebab terjadinya kerusakan lingkungan ini antara lain, karena terjadinya alih fungsi lahan, yakni daerah yang semula merupakan resapan air yang rimbun pepohonan telah berubah menjadi pertokoaan atau perumahan.
“Akibatnya saat ini lingkungan tercemar, abrasi pantai semakin parah, sungai-sungai tercemar,” pegajar Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan Undip ini.
Bila tak segera dilakukan langkah pencegahan, sambung ia, kerusakan lingkungan di Jateng ke depan akan semakin parah yang membahayakan kehidupan manusia. Salah satu upaya yakni dengan menggalakan penanaman pohon sebanyak-banyaknya, karena pohon antara lain bisa mengikat air tanah dan menyarap gas CO2.
“Kegiatan menanam pohon trembesi ini langkah tepat dan perlu didukung,” tandasnya.
Selain itu, imbuh Prof Sudharto pemerintah juga mulai meninggalkan pemakaian energi berbahan fosil, batubara dengan menggantikan penggunaanya energi baru terbarukan seperti tenaga air, matahari, dan biogas.
oto