Solo (Espos)–Memasuki galeri seni rupa Art Space Kepatihan, Institut seni Indonesia (ISI) Solo, Selasa (4/5), pengunjung disuguhi deretan lukisan yang menggambarkan buramnya pendidikan di Indonesia. Lukisan-lukisan yang dipamerkan hingga Jumat (7/5) mendatang itu antara lain memaparkan mahalnya biaya pendidikan, faktor kemiskinan yang memicu putus sekolah, hingga para sarjana yang sulit mendapatkan pekerjaan.
Ambil contoh lukisan milik Malik berjudul Hidup atau Sekolah (cat minyak di atas kanvas) berukuran 90 sentimeter x 100 sentimeter yang terpampang pada dinding bagian timur galeri. Lukisan itu mempresentasikan dilema anak-anak miskin yang harus memilih antara mengutamakan pendidikan atau memenuhi kebutuhan hidup. Wajah bocah laki-laki yang bersandar pada dinding dia tonjolkan pada lukisan itu. Di dinding tempat bocah itu bersandar tertulis tulisan Sekolah/Hidup.
Sementara itu, mahasiswa ISI, Rahmat Hidayat yang memajang lukisan berjudul Biaya Sekolah mencoba mengkritisi mahalnya biaya pendidikan. Pada lukisan itu, bocah yang mengenakan baju lusuh tersenyum di pinggir papan rambu lalu lintas dengan huruf “S” silang dan di bawahnya tertulis kalimat “Ajang Bisnis”.
Di sisi lain, Syarief Adi N menguak kebobrokan para pejabat yang berpendidikan tinggi, tapi justru tak bisa memegang nilai kearifan. Para pejabat korup yang diilustrasikan dengan sosok tikus berbaju necis menjadi gambaran riil kritik yang ia sampaikan dalam lukisan berjudul Sarjana.
“Pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Banyak anak yang tak mampu belum bisa mengenyam pendidikan yang layak, dan masih banyak contoh lain,” papar R Astrea D, salah satu koordinator pameran, Selasa (4/5), di galeri seni rupa yang terletak di Jl Sagihe No 12, Kepatihan, Solo itu.
hkt