Jakarta--Indonesia dipastikan akan mendapat tambahan utang luar negeri lewat pinjaman program senilai US$ 3,208 miliar di tahun ini. Jumlah ini bertambah dari rencana semula yang sebesar US$ 2,444 miliar.
Pinjaman terbesar berasal dari Bank Dunia yaitu US$ 1,263 miliar. Pinjaman tersebut dialokasikan untuk pinjaman kebijakan pembangunan sebanyak US$ 600 juta, pembangunan infrastruktur sebesar US$ 200 juta, Pembiayaan BOS-KITA sebesar US$ 163 juta, dan US$ 300 juta untuk Program Climate Change. Selain itu, terdapat tambahan pinjaman untuk sektoral sebagai pembiayaan PNPM sebesar US$ 744 juta.
Selain Bank Dunia, Japan International Cooperation Agency (JICA) akan memberikan pinjaman sebesar US$ 300 juta untuk Program Climate Change. Begitu juga dengan Perancis yang memberikan pinjaman untuk program tersebut sebesar US$ 200 juta. Sedangkan Asian Development Bank (ADB) direncanakan meminjamkan US$ 700 juta untuk Development Policy Support (US$ 200 juta) dan Counter cylical Support Facility (CSF) sebesar US$ 500 juta.
Berdasarkan data per 28 Februari 2010, realisasi penarikan pinjaman luar negeri baru sebesar US$ 307 juta dengan penarikan terbesar dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum sebesar US$ 106,84 juta.
Menurut Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto, pemerintah akan mengurangi jumlah penarikan pinjaman luar negeri melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Orientasi pinjaman juga diubah hanya untuk pinjaman lunak pada beberapa sektor.
“Pinjaman diutamakan untu infrastruktur, jalan, pelabuhan,energi, PLN, untuk program Climite Change. Pinjaman luar negeri dibatasi untuk alutsista, untuk alat militer yang belum bisa diproduksi dalam negeri,” tegasnya saat jumpa pers di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (19/4).
dtc/tya