Kupang — Kelaparan serius mengancam separuh dari 4,2 juta penduduk Nusa Tenggara Timur (NTT). Ancaman kelaparan merupakan dampak dari kekeringan panjang, yang berakibat gagal panen.
Kabupaten yang dilaporkan memiliki risiko rawan pangan tinggi yakni Nagekeo, Sumba Timur, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Alor, Manggarai Timur, Ende, Sika, Sabu Raijua dan Kabupaten Kupang.
Berdasarkan hasil analisa sementara kerawanan pangan menunjukkan, luas areal pertanian yang mengalami gagal panen sebanyak 16.486,48 hektare atau enam persen dari total lahan yang ditanami seluas 274.578 hektar.
“Khusus untuk jenis tanaman padi, tingkat kegagalan panen dan kerusakan tanaman mencapai 5.978,76 hektar atau 2,57 persen dari rencana tanam 232.315 hektar,” kata Sekertaris Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan NTT, Edgar R Tibuludji, di Kupang, Kamis (8/4).
Sementara tanaman ubi-ubian, tingkat kegagalannya berdasarkan hasil analisis mencapai 1.715,38 hektar atau 1,46 persen dari total rencana tanam seluas 117.313 hektar. Sedangkan tanaman kacang-kacangan yang masuk kategori gagal panen sebanyak 786,38 hektar atau 1,93 persen dari total rencana tanam seluas 40.792 hektar.
Untuk membantu mengatasi krisis pangan masyarakat, pemerintah menyiapkan 352,39 ton beras dan akan didistribusikan kepada masing-masing kabupaten. “Setiap kabupaten mendapat alokasi beras 100 ton,” ujarnya.
Selain juga, Pemerintah NTT telah menerjunkan tim terpadu untuk melakukan pemantauan guna melihat langsung kondisi ketahanan pangan warga.
“Tim terpadu sudah dibentuk oleh Gubernur NTT Frans Leburaya dan direncanakan pecan depan akan diterjunkan ke lapangan untuk memantau kondisi rawan pangan yang dilaporkan dari daerah serta menganalisis tingkat risiko rawan pangan di 21 kabupaten/kota,” katanya.
Menurutnya, tim terpadu yang akan diterjunkan ke 21 kabupaten/kota akan melakukan analisis secara lengkap untuk mengetahui daerah mana saja yang memiliki risiko tinggi maupun resiko sedang rawan pangan.
“Indikator yang akan digunakan untuk melakukan analisi lapangan yakni sistem kewaspadaan pangan dan gizi dengan memperhatikan kondisi ketahanan pangan, kesejahteraan dan kesehatan keluarga,” kata Tibuludji.
VIVAnews/ tiw