News
Senin, 15 Maret 2010 - 18:53 WIB

TDL naik 15%, picu inflasi tambah 0,5%

Redaksi Solopos.com  /  Arif Fajar Setiadi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta— Rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15% bisa memicu tambahan inflasi sekitar 0,3% hingga 0,5%. Namun hal ini belum akan membuat Bank Indonesia (BI) terburu-buru menaikkan BI Rate.

“Jika kenaikan TDL disetujui DPR, kami perkirakan dampaknya bisa menaikkan inflasi 0,3% hingga 0,5% dari perkiraan awal kami sebesar 5,3%,” jelas Helmi Arman, Ekonom Bank Danamon dalam reviewnya, Senin (15/3).

Advertisement

Pemerintah menetakpan proyeksi inflasi RAPBN 2010 sebesar 5,7%. Meski ada kenaikan inflasi, namun Helmi melihat BI tidak akan terburu-buru menaikkan BI Rate yang kini di kisaran 6,5%.

“BI sepertinya masih tidak nyaman seputar kredit bank yang masih lambat. Asumsi kami, kenaikan suku bunga tidak akan terjadi hingga awal 2010 sepertinya masih realistis,” tegas Helmi.

Sesuai dengan UU APBN 2010, pemerintah mestinya menaikkan TDL sejak Januari 2010 lalu. Namun kondisi masyarakat menurut Menkeu Sri Mulyani belum memungkinkan sehingga pemerintah memutuskan untuk menunda dan rencananya baru akan diberlakukan per Juli sebesar 15%.

Advertisement

Dalam RAPBN-P 2010, pemerintah menyiapkan subsidi listrik sebesar Rp 54,5 triliun. Angka itu meningkat dibandingkan subsidi listrik dalam APBN 2010 yang ditetapkan sebesar Rp 37,8 triliun.

Menurut Menkeu Sri Mulyani sebelumnya, jika DPR kemudian menolak usulan kenaikan TDL sebesar 15%, maka akan ada tambahan subsidi listrik sebesar Rp 6,8 triliun. Konsekuensinya, defisit APBNP 2010 bisa naik lagi menjadi 2,2%. Namun Helmi melihat tambahan subsidi sebesar Rp 6,8 triliun itu masih bisa dikelola dengan baik oleh pemerintah.

“Jika kenaikan TDL ditunda lagi, maka subsidi listrik akan meningkat. Defisit APBN dapat bertambah jika belanja lain tidak dipangkas sehingga membuka kemungkinan tambahan penerbitan surat utang. Kemenkeu menyebutkan skenario tambahan subsidi sekitar Rp 6,8 triliun, yang tidak signifikan namun masih dapat dikelola dalam pandangan kami,” urai Helmi.

Advertisement

dtc/rif

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif