SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi
Momentum pemilihan umum datang dan pergi, yang terakhir Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2009, yang segera menjelang pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Meski yang lalu sudah cukup lama berlalu dan yang akan datang belum lagi berlangsung, namun riuhnya kampanye jelas membekas di ingatan banyak orang.
Bagaimana tidak? Masa kampanye tak ubahnya seperti ajang promosi besar-besaran dari para calon. Saat itu, spanduk, baliho dan berbagai media promosi lainnya bertebaran memenuhi hampir seluruh sudut kota. Di satu sisi wajah kota tampak semarak oleh “hiasan” atribut kampanye, sementara di sisi lain ada pihak yang mendulang rupiah dari momentum semacam itu, apa lagi jika bukan bisnis media promosi.
Bisnis media promosi memang tak ada matinya, terlepas dari makin berkembangnya semangat kewirausahaan yang juga jadi pasar potensial bagi sektor usaha ini, bisnis media promosi juga harus mengakui pelaksanaan pemilihan umum jadi peluang besar untuk meraup laba. Jadi, jangan heran apabila bisnis media promosi ini juga banyak bertebaran di Solo, utamanya menjelang Pilkada seperti sekarang.
Sesekali, coba saja bertandang ke kawasan Jl Kalilarangan, Solo. Jalan itu memang terbilang sempit, ditilik dari lebarnya, badan jalan itu bahkan lebih layak disebut gang. Tetapi bila melongok kepadatannya, kawasan ini layak disebut surga belanja media promosi. Di sepanjang tepian jalan berderet kios-kios yang melayani berbagai pesanan baliho, spanduk, neonbox dan semacamnya.
Tak kurang dari 40 kios penyedia jasa media promosi luar ruang bisa ditemukan di sini. Tinggal pilih yang sreg. “Kami sudah membuka usaha media promosi sejak 18 tahun silam,” ungkap Ny Joko, istri pemilik kios Mekar Jaya di Jl Kalilarangan 77, Solo. Dengan pengalaman berkutat dengan aneka media promosi ini, jangan heran apabila Ny Joko cukup paham dengan perkembangan aneka media promosi luar ruang. Mulai dari huruf timbul, spanduk, billboard hingga neonbox.
“Dulu, spanduk dibuat dengan menggunakan kain yang disablon, variasi gambarnya pun terbatas. Tapi sekarang spanduk bisa dibuat lebih variatif dengan menggunakan digital printing. Jadi gambar serumit apapun bisa diaplikasikan di spanduk,” papar Ny Joko. Dengan keunggulan itu, tak aneh apabila harga keduanya juga memiliki selisih cukup jauh. Satu meter spanduk kain dihargai Ny Joko sekitar Rp 20.000, sementara spanduk digital printing dari bahan sintetis frontlite dibanderol Rp 50.000 per meter. Waktu pengerjaannya juga tak terlalu lama hanya sekitar tiga hingga empat hari.
Tak jauh berbeda dengan pelayanan yang ditawarkan Mekar Jaya, Barometer Advertising yang berpengalaman 15 tahun di bisinis ini juga mengaku teknik digital printing kini tengah mendominasi media promosi. Tak hanya digunakan untuk spanduk, teknik dihital printing yang diaplikasikan pada bahan sintetis frontline—sebagian orang menyebutnya bahan MMT juga dipakai untuk pembuatan neonbox.
“Di Barometer ada tiga pilihan paket neonbox, yaitu lux, modern dan paket hemat. Paket lux menggunakan bahan dasar akrilik, paket modernmengggunakan media plastik backlite, sedangkan paket hemat menggunakan MMT,” jelas Wicaksono, sang pemilik. Dibandingkan spanduk berbahan kain, penggunaan MMT dengan teknik digital printing memang menawarkan warna dan variasi gambar yang lebih lengkap. Selain itu, waktu pengerjaannya juga relatif singkat ketimbang proses penyablonan spanduk kain.
Beberapa penyedia jasa media promosi skala besar seperti Kencana dan Mata Visual bahkan mengaku dapat menyelesaikan pemesanan dalam waktu sehari. “Kalau desain sudah fix, proses printing-nya tidak bakal makan waktu lama. Pagi, desain masuk, sore harinya pesanan sudah bisa diambil,” jelas Yunias Istur Anis, staf bagian administrasi di Kencana, Jl Adi Sucipto 126 Solo.
Oleh: Esmasari Widyaningtyas