Redaksi Solopos.com / Indah Septiyaning Wardani | SOLOPOS.com
Jakarta--Hibah ditengarai menjadi modus bagi pejabat untuk menerima gratifikasi atau suap. Hibah merupakan cara untuk mengakali pemberian agar bisa lolos dari pemeriksaan dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).
“Hibah itu memang modus, dan itu kelihatan di banyak pejabat kita. Mereka bermain berhati-hati dengan membuatnya dalam laporan harta kekayaan,” terang Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenal Arifin Mochtar, Selasa (16/2).
Zaenal memberikan contoh, seringkali ditemui, pejabat atau penegak hukum yang hanya menerima gaji Rp 5-10 juta, tetapi kemudian memiliki tabungan sampai miliaran dan rumah di daerah elit, sedang dalam laporan LHKPN, harta itu tercantum hibah.
“Itu harta di luar kewajaran, mestinya KPK bisa masuk menyelidiki bila menemui hal semacam itu,” terangnya.
Zaenal juga menilai aneh, melihat banyaknya pejabat di Indonesia yang mendapat hibah. “Berarti orang Indonesia baik sekali, banyak memberikan hibah kepada pejabat,” sindirnya.
Agar tidak menimbulkan prasangka dan kecurigaan, selain melalui laporan LHKPN notabene hal ini KPK, sang pejabat juga mesti benar-benar beritikad baik memberikan penjelasan.
“Harus benar-benar di-clear-kan, apakah itu benar-benar hibah atau tidak,” tutupnya.
dtc/isw