Soloraya
Rabu, 10 Februari 2010 - 07:04 WIB

Warga Waru mulai tinggalkan batik

Redaksi Solopos.com  /  Indah Septiyaning Wardani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Karanganyar (Espos)–Upah yang minim dengan lamanya proses produksi membuat warga khususnya kaum perempuan di Desa Waru Kecamatan Kebakkramat mulai meninggalkan aktivitas membatiknya.
Upah satu lembar kain batik untuk proses lanjutan atau nerusi hanya Rp 4.000. Padahal satu lembar kain baru dapat diselesaikan satu hingga dua hari.

Giyanti, salah satu warga Waru yang masih setia menggeluti pekerjaan ini mengaku bahwa membatik hanyalah pekerjaan sampingan, karena keluarganya lebih menggantungkan hidupnya pada hasil pertanian. “Bila tidak pergi ke sawah, ya begini (membatik). Biasanya pas kalau tanam atau panen berhenti, setelah selesai mulai mbatik lagi, “katanya saat ditemui Espos, Selasa (9/2).

Advertisement

Uang yang ia dapatkan, katanya, memang tidak seberapa. Namun karena kegiatan membatik ini dilakukan pada saat lengang saja, maka menjadi nilai tersendiri bagi Giyanti dan rekan-rekannya untuk mengisi waktu yang kosong. “Enggak ada aktivitas, ya cuma membatik ini kita bisa mengisi waktu,” ujarnya. Selain itu juga keterbatasan bahan baku tidak selalu tersedia.

“kalau lagi sepi, tidak disetori,” tuturnya. bahan baku itu didatangkan dari epngsuaha batik dari sejumlah tempat di Masaran, Sragen.

Kini di desa itu hanya ada sekitar lima kelompok yang masih bertahan. Kadus Kembu Desa Waru, Lasimin menuturkan penyebab semakin minimnya warga desa setempat yang masih membatik karena hasilnya tidak menjanjikan. “Warga lebih senang bekerja di pabrik yang ada di sekitar sini,” tuturnya.

Advertisement

Lanjut Lasimin, penghasilan bekerja di pabrik jauh lebih baik ketimbang mengandalkan batik. Rata-rata upah yang diterima yaitu Rp 20.000 per hari, hal ini jauh berbeda dengan upah nerusi batik yang hanya Rp 4.000 per lembar per hari.

Maka tidak heran, Waru yang dulu dikenal sebagai penghasil batik, kini semakin menyusut. Generasi tualah yang hingga saat ini tetap bergelut dengan batik. Sedangkan kaum muda, kini lebih memilih pekerjaan yang praktis dan langsung mendapatkan hasil. “Kerja di pabrik istilahnya dapat kepastian,” tuturnya.

m86

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif