News
Selasa, 2 Februari 2010 - 11:07 WIB

Bank hindari kredit tekstil dan properti

Redaksi Solopos.com  /  Indah Septiyaning Wardani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi


Jakarta–
Sektor industri pengolahan khususnya tekstil dan garmen serta industri properti masih dihindari perbankan untuk penyaluran kreditnya. Kedua sektor tersebut dinilai cukup berisiko tinggi.

Selama triwulan IV-2009, sektor industri pengolahan khususnya subsektor tekstil dan garmen masih dihindari perbankan untuk penyaluran kreditnya. Bank menganggap masih lemahnya permintaan tekstil dari asing dan rencana pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement pada tahun 2010 akan memperberat kompetisi di industri tekstil.

Advertisement

Perbankan juga masih menghindari kredit untuk sektor bangunan atau properti terutama pembiayaan untuk pembangunan mal dan apartemen, disebabkan karena kondisi perekonomian yang belum pulih. Sehingga penyaluran kredit investasi yang sifatnya jangka panjang ke sektor ini dinilai cukup riskan.

Demikian survei perbankan yang dikutip detikFinance dari situs Bank Indonesia, Selasa (2/2/2010). Survei perbankan ini dilakukan BI secara triwulanan terhadap 43 bank umum yang berkantor pusat di Jakarta dengan pangsa kredit sekitar 80% dari nilai total kredit bank umum nasional.

Berdasarkan survei tersebut, permintaan kredit baru selama triwulan IV-2009 mencetak peningkatan dengan saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 82,2%. Angka ini lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 72,4%.

Advertisement

Peningkatan permintan kredit baru terbesar ada pada kelompok bank kecil (beraset di bawah Rp 4 triliun) yakni dari 11,6% menjadi 76,7%. Kenaikan permintaan kredit baru ini didorong oleh kecenderungan penurunan suku bunga kredit dan membaiknya kondisi ekonomi sehingga konsumsi masyarakat mulai meningkat.

Menurut jenis penggunaan kredit, kenaikan terbesar terjadi pada kredit konsumsi sementara kredit investasi mengalami penurunan. Peningkatan permintaan kredit konsumsi itu masih didorong oleh pesatnya permintaan kredit multiguna, diikuti dengan kredit perumahan (KPR).

Secara sektoral, mayoritas permintaan kredit baru berasal dari sektor jasa dunia usaha, sementara bank menenagah didominasi oleh sektor lainnya (konsumsi) dan sektor industri pengolahan di bank kecil.

Advertisement

Menurut golongan kredit, pesatnya permintaan terjadap kredit skala menangah (Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar0, menjadi pendorong meningkatnya permintaan kredit baru.

Meski permintaan kredit meningkat, namun jumlah aplikasi yang tidak disetujui bank mengalami peningkatan dari 17% menjadi 19,8%. Berdasarkan kelompok bank, jumlah terbanyak pada kelompok bank kecil yakni 25,4%, bank besar 21,7% dan bank menengah 12,3%.

dtc/isw

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif