News
Senin, 1 Februari 2010 - 16:04 WIB

10.754 Pohon Perhutani Jateng dicuri

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarang–Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, menyatakan sebanyak 10.754 pohon yang sebagian besar pohon jati di hutan miliknya hilang selama 2009 akibat pencurian dan penjarahan hutan.

“Pencurian pohon sebanyak itu menyebabkan kerugian sekitar Rp 2 miliar,” kata Kepala Biro Hukum dan Keamanan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani Unit 1 Jateng Bambang Wuryanto di Semarang, Senin (1/2).

Advertisement

Namun, kata dia, nilai kerugian akibat pencurian dan penjarahan hutan pada 2009 sebenarnya menurun dibanding 2008, baik dari jumlah pohon yang dicuri maupun nilai kerugiannya.

“Selama 2008 jumlah pohon yang dicuri sebanyak 11.992 batang, dengan nilai kerugian akibat pencurian pohon sebanyak itu mencapai sekitar Rp 2,3 miliar, lebih besar dibandingkan 2009,” katanya.

Menurut dia, tindak pencurian dan penjarahan hutan tersebut terjadi hampir merata di seluruh wilayah Perum Perhutani Unit 1 Jateng, namun yang paling banyak terjadi di wilayah Blora dan Purwodadi.

Advertisement

“Kayu hasil curian tersebut biasanya dijual kepada industri-industri mebel di sekitar daerah itu, baik industri berskala kecil, namun ada juga yang berskala besar,” katanya.

Ia mengatakan penurunan tingkat pencurian dan penjarahan hutan milik Perhutani tersebut tidak lepas dari pencegahan yang dilakukan seperti meningkatkan patroli, memperbanyak pos-pos hutan, dan papan larangan.

“Kami pernah menempuh cara-cara represif untuk melindungi hutan, namun cara seperti itu ternyata tidak mampu mengurangi angka pencurian dan penjarahan hutan, karena jumlah personel tak sebanding dengan luas wilayah,” katanya.

Advertisement

Terlebih lagi, kata dia, tindakan represif justru menimbulkan dampak yang merugikan, karena masyarakat menjadi benci dan tidak peduli dengan kerusakan hutan akibat tindak pencurian dan penjarahan tersebut.

“Oleh karena itu, kami meninggalkan cara-cara represif dan mulai melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan, sebab melalui cara seperti ini setidaknya dapat menghilangkan niat masyarakat untuk mencuri kayu,” katanya.

Menurut dia, program yang dinamakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) itu telah berjalan sejak 2004 lalu, dengan membentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) untuk menaungi masyarakat yang berada di sekitar hutan.

ant/fid

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif