Beras, daun pisang, ayam potong, krecek, cabai merah dan bumbu-bumbu lain pun ia beli. Tak lupa pula kelapa parutan sak plastik besar untuk bahan sambal goreng dan opor nanti.
Sampai di rumah, semua barang belanjaan dibongkar di dapur. Namun berhubung kecapekan, Mbah Cempluk tidak langsung memasak melainkan mau istirahat dulu. Setelah ayam potong dimasukkan ke panci, kelapa parut yang ada diplastik dibuka agar nggak cepat basi, Mbah Cempluk segera menuju ke tempat tidur.
Saat Mbah Cempluk tidur, suaminya yang bernama Mbah Jon Koplo ingin memberi makan beberapa ayamnya yang ada di kandang belakang rumah. Seperti biasa, setelah mengambil bekatul Mbah Koplo menuju dapur mencari sisa nasi dan ampas kelapa yang dicampur jadi satu untuk diberikan ayam-ayamnya. Melihat ada ”ampas” seplastik yang sudah terbuka, Mbah Koplo langsung mengambilnya untuk diberikan kepada ayam-ayamnya.
Tan kocapa, setelah bangun tidur, Mbah Cempluk byak-byakan mencari kelapa parutannya yang hilang entah ke mana. Ia pun opyak ke suaminya.
”Wooo, lha wis tak nggo pakan pitik. Tak kira ampas,” jawab Mbah Koplo santai. Karuan saja Mbah Cempluk muring-muring, ”Adhuh! Kuwi mau krambil parutan arep tak nggo gawe santen je! Terus arep masak nganggo opo iki hara?”
Merasa berdosa, Mbah Koplo segera pergi ke pasar untuk beli kelapa pengganti. Namun sial, sampai di pasar ternyata parutan kelapanya sudah tutup. Terpaksa Mbah Koplo beli kelapa glundhungan dan bergegas diparut di rumah. kakek nenek itu pun berduaan di dapur. Mbah Cempluk bikin bumbu opor sambil njabrut, sementara Mbah Koplo rhag-rhug-rhag-rhug marut kelapa sambil menahan tawa.
Kiriman Satafa Alvian Najam, Mantung RT 02/RW XIII, Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo