News
Selasa, 12 Januari 2010 - 14:28 WIB

Denny: Sidak Rutan Pondok Bambu hanya simbol

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana, mengatakan, inspeksi mendadak (Sidak) yang dilakukan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum hanyalah simbol untuk mengingatkan akan telah merajalelanya mafia hukum.

“Sidak pada Minggu (10/1) malam hanyalah simbol,” kata Denny dalam acara peluncuran buku Korupsi Mengorupsi Indonesia di Jakarta, Selasa (12/1).

Advertisement

Namun, Denny menegaskan, meski hanya simbol tetapi penemuan tentang fasilitas mewah terhadap sejumlah narapidana seperti Artalyta Suryani itu tetap harus dibenahi dengan sangat serius.

Ia juga mengingatkan, sebenarnya dalam bidang penindakan maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki fungsi yang lebih kuat dibandingkan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.

Advertisement

Ia juga mengingatkan, sebenarnya dalam bidang penindakan maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki fungsi yang lebih kuat dibandingkan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.

Denny memaparkan, Satgas tidak memiliki wewenang menindak tetapi terbatas hanya melakukan koordinasi, evaluasi, koreksi, dan pemantauan agar gerakan pemberantasan mafia hukum bisa menjadi lebih efektif.

“Yang kami lakukan kemarin di Rutan Bambu adalah salah satu bentuk koreksi,” katanya.

Advertisement

Denny juga memaparkan tentang laporan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD tentang upaya pemerasan yang pernah terjadi di KPK.

Bila hal tersebut memang benar, menurut dia, maka pemberantasan mafia hukum di Tanah Air akan menjadi semakin lebih pelik.

Sebelumnya, Ketua MK Moh Mahfud MD mengaku siap memberikan data mengenai dugaan adanya pemerasan di lingkungan penegak hukum karena mendapat laporan dari warga yang mengaku diperas KPK.

Advertisement

“Banyak punya data, pelapornya punya tanda bukti, tanggal sampai tempatnya,” kata Mahfud MD ketika berbicara di Forum Rektor Indonesia di Pontianak, Sabtu (9/1).

Menurut Mahfud, ada orang yang melapor bahwa dirinya harus menyetor uang hingga sebesar Rp 20 miliar agar tidak ditangkap oleh komisi antikorupsi tersebut.

Ia juga menyatakan, modus yang serupa juga beberapa kali terjadi di lembaga MK yang tengah dipimpinnya antara lain ada warga yang mengaku disuruh menyerahkan uang ke nomor rekening yang disebut-sebut sebagai istri Ketua MK tetapi rekening itu ternyata bukanlah milik istri Mahfud.

ant/fid

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif