Jogja
Rabu, 25 Februari 2009 - 09:06 WIB

Tuna rungu juga bisa jadi tenaga pemasaran

Redaksi Solopos.com  /  Budi Cahyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SENTOLO: Penderita tuna rungu tetap bisa berkarya, menunjukkan keterampilannya dalam menggunting, menjahit bahkan menjadi tenaga pemasaran, satu jenis pekerjaan yang modal utamanya adalah berbicara.
Hasil pekerjaan mereka tidak kalah, malah ada yang lebih cepat mahir. Hal ini dibuktikan oleh lima orang tuna rungu yang bekerja di bengkel kerja kerajinan batik perca, milik Edy Yulianto (48), di Karangpalihan, Desa Demangrejo. Lima orang bisu dan tuli itu adalah Paimun, Tri Sundari, Triyanto, Suyud Hambari, dan Nurul Ika Harmawati.
Edi menuturkan saat ini kualitas hasil pekerjaan ke lima orang itu mungkin belum bisa dibandingkan dengan hasil pekerjaan 4 orang anak buahnya yang normal. “Saya kira lebih cepat mereka. Bisa dibuktikan, belum pernah dia pegang mesin bisa pasang begitu, masang ini nggak gampang lho [sambil menunjukkan sebuah jahitan pada tas]. Tapi dia bisa, dan dengan orang biasa berani diadu, “ katanya, di tempat kerjanya, Selasa (24/2).
Menurut Edi yang sudah sejak 8 tahun lalu membuka usahanya, paling tidak 3 bulan lagi, hasil pekerjaan kalangan tuna rungu itu sudah bisa menyamai anak buahnya yang normal. Sementara yang paling cepat terampil adalah Nurul yang tengah sibuk menjahit dengan mesin. “Yang namanya Mbak Wati (Nurul Ika Harmawati), saya sudah percayakan kalau pergi, sedikit agak tenang,” ucap dia.
Sementara soal pembagian tugas, Edi mengatakan semua akan kebagian tugas yang sama, sedangkan untuk menggunakan mesin digilir. “Kalau dibedakan nanti saling iri. Satu tas utuh, semua harus bisa satu tas utuh,” ucap dia. 
Persoalan komunikasi memang menjadi kendala utama, termasuk bagi Edi. Dia juga sebelumnya tidak pernah belajar bahasa isyarat. Komunikasi dengan tulisan masih selalu dipergunakan, untuk menghindari salah paham. “Tadinya itu cuma pakai tulisan, tapi sedikit-sedikit bisa baca kemauan mereka,” ucapnya.
Tapi, siapa sangka ada seorang bisu tuli yang berhasil menjadi seorang penjual. Edi menuturkan Suyud berhasil menjual lumayan banyak di daerah, Glagah, Temon, minggu lalu.
Suyud, dengan bahasa yang terpatah-patah tak jelas, campur bahasa isyarat dan dibantu oleh Edi, menuturkan sangat senang bekerja sebagai tenaga pemasaran. “Saya senang bisa jalan-jalan, bisa ke Magelang, Purworejo, Jogja,” kata pria kelahiran Kulonprogo, 14 April 1978, yang sekarang tinggal di Kokap ini.
Edi mengaku terkejut didatangi oleh tuna rungu itu. Dia mengaku tidak tega untuk menolak kehendak penyandang tuna rungu itu untuk bergabung. . “Kalau saya sudah digariskan begitu bagaimana, yang saya cari orang yang sudah bisa, tapi ternyata yang saya terima begitu,” ucap dia.
Bagi Edi, komunikasi dianggapnya bukan kendala berarti, tapi kesulitan bahan baku, dan peralatan. Pernah pada kondisi tidak adanya bahan, atau kadang peralatan membuatnya tidak enak pada tuna rungu itu. “Dia selalu tanya, habis ini kerja apa, di situ kebingungan saya, untuk menutupi, saya alihkan ke pekerjaan lain yang sebetulnya tidak perlu dikerjakan,” ucap dia.
Edi meminta kepada pemerintah dan masyarakat lebih luas untuk turut memperhatikan nasib tuna rungu. “Tolong mereka-mereka diperhatikan, kalau ada di pabrik-pabrik itu, kalau mereka ingin bekerja tolong diterima kalau tidak ada kendala-kendala lain. Tolong diberi satu tempat tersendiri untuk kerajinan, untuk pemasarannya juga, dia bisa bikin, pemasarannya yang dia takutkan nggak bisa,” ucapnya. (Heru Lesmana Syafei HARIAN JOGJA)

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif