News
Kamis, 3 Desember 2009 - 10:48 WIB

Rasio utang RI 2009 turun jadi 30-31%

Redaksi Solopos.com  /  Indah Septiyaning Wardani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi


Jakarta–
Pemerintah yakin rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2009 turun menjadi 30-31% dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 33%. Namun penurunan tersebut bukan karena turunnya nilai utang, melainkan dari naiknya faktor pembagi yakni PDB Indonesia.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto saat ditemui di Departemen Keuangan, Rabu (2/12).

Advertisement

Menurut Rahmat, angka tersebut dilihat dari kenaikan PDB yang akselarasinya tinggi sehingga menyebabkan rasio utang tehadap PDB menjadi turun.

“Ini dilihat dari kenaikan GDP yang akselarasinya tinggi, sehingga rasio utangnya terhadap PDB itu turun, tahun ini sekitar 30-31 persen,” jelas Rahmat.

Rahmat menambahkan rasio bunga utang pada tahun 2014 mencapai 24%-25%. Berikut catatan utang pemerintah pusat sejak tahun 2000 berikut rasio utangnya terhadap PDB:

Advertisement

* Tahun 2000: Rp 1.234,28 triliun (89%)

* Tahun 2001: Rp 1.273,18 triliun (77%)

* Tahun 2002: Rp 1.225,15 triliun (67%)

* Tahun 2003: Rp 1.232,04 triliun (61%)

Advertisement

* Tahun 2004: Rp 1.299,50 triliun (57%)

* Tahun 2005: Rp 1.313,29 triliun (47%)

* Tahun 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%)

* Tahun 2007: Rp 1.389,41 triliun (35%)

Advertisement

* Tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%)

* September 2009: Rp 1.604,69 triliun (30%).

Untuk tahun ini, lanjut Rahmat, pemerintah memperkirakan bunga utang yang harus dibayar pemerintah bisa dihemat sekitar Rp 14,1 triliun.

“Untuk tahun ini diproyeksikan kita bisa melakukan penghematan Rp 14,1 triliun. Itu penghematan bunga yaitu selisih antar pembayaran bunga utang dengan realisasinya,” papar Rahmat.

Advertisement

Rahmat menyatakan penghematan terjadi karena dipengaruhi dua faktor. Pertama, kinerja pengelolaan utang yang dinilai tepat, khususnya melalui penerapan front-loading strategy atau mengakumulasi sebanyak mungkin hasil penerbitan pada semester I/2009.

“Tahun ini 69% target penerbitan bruto SBN (surat berharga negara)  dicapai pada semester I, dari total target 2009 sebesar Rp144,5 triliun,” ujar Rahmat.

Kedua, Rahmat menilai faktor pasar yang memang mendukung dengan penurunan suku bunga pasar dan penguatan nilai tukar Rupiah. Penguatan nilai tukar berimplikasi positif terhadap yield SBN karena menambah nilai nominal Rupiah pada utang berdenominasi valas (forex debt).

“Tapi front-loading strategy juga memengaruhi turunnya yield karena pelaku pasar domestik menjadi lebih confident bahwa pemerintah tidak menambah suplai,” lanjut Rahmat.

Rahmat menyatakan penghematan bunga utang per 13 November sebesar Rp14,1 triliun dari pagu bunga Rp109,59 triliun. Sumber penghematan tersebut, antara lain Rp4 triliun berasal dari rendahnya biaya utang akibat perubahan strategi pengurangan refinancing risk.

“Semula melalui regular debt-switch menjadi penerbitan SBN jangka panjang multiple-tranches,” papar Rahmat.

Advertisement

Lalu penghematan sebesar Rp1,9 triliun, tambah Rahmat, merupakan hasil dari penambahan benchmark series dengan yield dan bunga yang lebih rendah dan Rp1 triliun berasal dari pengurangan target obligasi negara. Kemudian, Rp250 miliar berasal dari restrukturisasi sebagian pinjaman Bank Dunia menjadi fixed spread loans dan Rp700 miliar dari perubahan komposisi SBN valas.

“Yaitu penerbitan GMTN US$3 miliar di bawah target US$ 4 miliar, sisanya dipenuhi dari global sukuk plus samurai. Total US$1 miliar dengan yield lebih rendah,” ujar Rahmat.

Mengenai skenario pengelolaan utang untuk tahun depan, Rahmat menyatakan skenarionya masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah tetap melakukan lelang secara reguler untuk SUN dan Sukuk, book building terutama untuk Sukuk, dan Private Placement. Selain itu, tambah Rahmat, pemerintah akan mengombinasikan Surat Pembendaharaan Negara dengan Obligasi Negara.

“Kita juga akan tetap menerbitkan SPN dikombinasi dengan obligasi negara, juga pasar ORI yang kita kembangkan. Ritel atau sukri juga ada, untuk valas malah kita sudah menerbitkan sukuk global tapi waktunya saya tidak tahu,” jelas Rahmat.

dtc/isw

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif