News
Senin, 23 November 2009 - 13:55 WIB

Dokumen permusuhan komandan militer AS dan Inggris akan dibeberkan

Redaksi Solopos.com  /  Indah Septiyaning Wardani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

London–Pemerintah Amerika Serikat (AS) bersekutu dengan Inggris. Namun ternyata tidak demikian di kalangan para pemimpin militer AS dan Inggris.

Ada permusuhan mendalam antara para komandan militer senior Inggris dengan sekutu-sekutu AS mereka. Hal itu terungkap dalam dokumen rahasia pemerintah Inggris yang dibeberkan oleh media Inggris, Daily Telegraph, Senin (23/11).

Advertisement

Pada surat kabar tersebut dituliskan, Kepala Staf Inggris di Irak, Kolonel J.K.Tanner menggambarkan rekan-rekan sejawat militer AS sebagai “sekelompok penghuni Mars” yang tidak pernah berdialog.

“Meski apa yang kita sebut hubungan khusus itu, saya akui kami diperlakukan tidak ada bedanya dengan pasukan Portugis,” cetus Tanner.

Atasan Kolonel Tanner, panglima tinggi Inggris di Irak, Mayor Jenderal Andrew Stewart mengatakan bagaimana dirinya kerap “menghindar” dan “menolak” perintah dari pucuk militer AS di Irak.

Advertisement

Dalam dokumen itu tergambar jelas permusuhan antara komandan-komandan militer AS dan Inggris. Jenderal Stewart bahkan terang-terangan mengakui bahwa “kemampuan kami untuk mempengaruhi kebijakan AS di Irak tampaknya minimal”.

Bahkan menurutnya, tidak ada link komunikasi antara markas besarnya di Basra dan panglima AS, Jenderal Rick Sanchez di Baghdad, Irak. “Sebagai satu-satunya superpower dunia, mereka (AS) tidak akan membiarkan posisi mereka terganggu. Negosiasi kerap merupakan kata kotor,” kata Jenderal Stewart.

Menurut Kolonel Tanner, Jenderal Sanchez “hanya mengunjungi kami sekali dalam tujuh bulan.” Dalam dokumen itu terungkap bagaimana para komandan militer Inggris marah karena tidak diberitahu mengenai perubahan besar kebijakan AS yang berimplikasi besar pada pasukan Inggris. Yakni ketika militer AS memutuskan pada Maret 2004 untuk menangkap pemimpin kunci Syiah Muqtada al-Sadr.

Advertisement

Event tersebut memicu perlawanan militan di sektor wilayah yang dikuasai Inggris. “Kalau saja kami tahu, kami setidaknya akan bisa lebih siap di lapangan,” tandas komandan tempur Inggris, Brigadir Nick Carter.

dtc/isw

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif