News
Sabtu, 14 November 2009 - 17:33 WIB

Greenpeace sambut gembira penghentian kontrak UPM-APRIL

Redaksi Solopos.com  /  Indah Septiyaning Wardani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi


Denpasar–
Greenpeace Asia Tenggara menyambut gembira perusahaan kertas raksasa global UPM-Kymmene yang diberitakan telah mengumumkan penghentian pembelian produk dari APRIL, salah satu perusahaan pulp terbesar di Riau.

Lembaga swadaya masyarakat internasional itu dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (14/11), selain menyambut gembira “harapan baru” penyelamatan lingkungan, khususnya hutan itu, juga menilai Asia Pacific Resources International Holding Limited (APRIL) harus bertanggung jawab atas perusakan hutan alam di Indonesia.

Advertisement

Disebutkan bahwa UPM, perusahaan asal Finlandia, yang menyuplai produk-produk seperti kertas fotokopi pada pasar global termasuk Amerika Serikat, China, Eropa dan Australia, mengakui kalau produk pulp APRIL berasal dari lingkungan yang “rentan”, sehingga menjadi alasan kuat untuk memutus kontrak.

Dalam siaran pers yang mencantumkan sejumlah narasumber berbagai kawasan dunia, Greenpeace memperkirakan kontrak UPM-APRIL senilai lebih dari 4 persen dari total produksi pulp APRIL, dengan nilai lebih dari 55 juta dolar Amerika Serikat per tahun.

Advertisement

Dalam siaran pers yang mencantumkan sejumlah narasumber berbagai kawasan dunia, Greenpeace memperkirakan kontrak UPM-APRIL senilai lebih dari 4 persen dari total produksi pulp APRIL, dengan nilai lebih dari 55 juta dolar Amerika Serikat per tahun.

“Ini langkah sangat positif dari UPM untuk membantu melindungi hutan alam Indonesia dan lahan gambut kaya karbon. Perusakannya menyebabkan perubahan iklim, kepunahan besar-besaran spesies, dan menyebabkan kemiskinan pada masyarakat lokal yang hidupnya bergantung pada hutan,” ujar Bustar Maitar, juru kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara.

Jika perusahaan-perusahaan internasional mulai menjauhkan diri dari bencana lingkungan, katanya, desakan untuk menghentikan deforestasi global di sini dan dan di seluruh dunia, akan semakin terdengar keras.

Advertisement

Aksi yang dilakukan Greenpeace, Jumat (13/11), termasuk di Riau, dimaksudkan untuk menyambut Presiden Amerika Serikat Barrack Obama yang bersiap mengunjungi Asia untuk menghadiri Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).

Para aktivis dari Indonesia, Filipina, Thailand, Spanyol, Jerman, Belgia, Brasil dan Finlandia, menghentikan aktivitas operasi APRIL di jantung hutan alam Indonesia di Sumatra. Para aktivis merantai diri mereka pada tujuh eskavator yang sedang digunakan untuk membersihkan lahan dari sisa perusakan hutan untuk dikonversi menjadi perkebunan.

Rombongan aktivis lain membentangkan “banner” besar di daerah yang mengalami kerusakan, dengan tulisan “Obama: Anda Bisa Menghentikan Ini?”

Advertisement

Para aktivis juga mendesak agar Obama bersama para pemimpin dunia lainnya membantu menanggulangi krisis iklim dengan cara menghentikan deforestasi global, yang menyumbang seperlima dari emisi gas rumah kaca global.

Bustar Maitar menyayangkan, para aktivis Greenpeace yang melakukan aksi menghentikan perusakan hutan oleh APRIL masih di tahan oleh pihak kepolisian, padahal reaksi dunia, seperti ditunjukkan oleh UPM, begitu positif.

Awal pekan ini Greenpeace mengeluarkan bukti terbaru, termasuk gambar pengamatan dari udara, yang membuktikan APRIL merusak area hutan alam dan mengeringkan lahan gambut di Semenanjung Kampar Sumatra.

Advertisement

Kedalaman tanah gambutnya diduga kuat lebih dari tiga meter, sehingga merupakan tindakan ilegal jika didasarkan hukum di Indonesia yang hanya membolehkan pembukaan lahan gambut secara terbatas dengan kedalaman kurang dari dua meter.

Menurut Greenpeace, lebih dari satu juta hektare hutan yang sebagian besar merupakan hutan tropis di dunia, hancur setiap bulannya. Hal itu setara dengan area hutan seluas satu lapangan sepakbola hancur setiap dua detik.

Perusakan hutan tropis dan lahan gambut melepaskan karbon dalam jumlah yang sangat besar, sehingga menempatkan Indonesia menjadi negara ketiga terbesar penghasil gas rumah kaca (GRK) setelah Amerika Serikat dan China.

“Presiden Obama, Presiden Yudhoyono dan para pemimpin dunia lainnya harus mendengarkan dan mengambil tindakan nyata untuk menarik kita dari pinggir tebing krisis iklim,” pesan Von Hernandez, eksekutif direktur Greenpeace Asia Tenggara.

Para pemimpin dunia itu harus menghadiri konferensi iklim PBB dan menyetujui pembentukan kesepakatan yang adil, ambisius serta mengikat, mencakup penghentian perusakan hutan tropis di dunia.

ant/isw

Advertisement
Kata Kunci : Greenpeace
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif