News
Rabu, 11 November 2009 - 15:24 WIB

Kerusakan hutan di KEL memprihatinkan

Redaksi Solopos.com  /  Indah Septiyaning Wardani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi


Banda Aceh–
Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) menilai kerusakan tutupan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam lima tahun terakhir, yakni 2005-2009 memprihatinkan, sehingga perlu pencegahan agar paru-paru dunia itu tetap lestari.

“Kerusakan hutan di KEL dalam lima tahun terakhir mencapai 36 ribu hektare (ha), itu artinya per tahun mengalami kerusakan 7.200 ha atau setara dengan 8.700 kali luas lapangan bola kaki,” kata  Ketua BPKEL, Fauzan Azima di Banda Aceh, Rabu (11/11).

Advertisement

Jika dipersentasekan, kata dia, maka kerusakan hutan di KEL selama lima tahun terakhir sebesar 1,8 persen dari luas keseluruhan atau rata-rata 0,36 mengalami deforestasi atau hilangnya tutupan hutan secara permanen maupun sementara.

Ia menambahkan, pada awal 2005 luas tutupan hutan di KEL 1.982.000 ha dan akhir 2009 mengalami deforestasi, sehingga luasnya menjadi 1.946.000 Ha. BPKEL memperoleh data kerusakan hutan dengan menggunakan salah satu metode penginderaan jauh, yaitu interprestasi citra satelit, yakni LANDSAT (USGS/NASA) tahun 2005-2009.

Berdasarkan citra satelit tersebut, kata dia, bisa diketahui daerah-daerah yang mengalami kerusakan yang sangat parah, yakni Rawa Tripa (Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya), Rawa Kluet (Aceh Selatan).

Advertisement

Kemudian, daerah Karang Baru dan Manyak Payed (Kabuapten Aceh Tamiang), Lawe Mamas dan Lawe Alas (Aceh Tenggara), dan daerah lintasan antara Peunaron-Lokop Serbajadi (Kabupaten Aceh Timur).

Fauzan menyatakan, hutan KEL mengalami deforestasi karena pembangunan jalan yang membelah kawasan itu, illegal logging, pembukaan lahan perkebunan, pertambangan, perambahan, dan transmigrasi.

Selain itu, juga faktor bencana alam, seperti longsor yang banyak terdapat di daerah hulu sungai-sungai di Kabupaten Aceh Tamiang. Ia mengatakan, BPKEL saat ini sedang melakukan langkah-langkah strategis untuk menahan laju kerusakan hutan diantaranya dengan mengintensifkan monitoring terpadu, baik dari darat maupun udara termasuk pengambilan gambar lewat satelit.

Advertisement

Hasil monitoring itu akan dibahas BPKEL dan jika ada bukti pelanggaran maka akan meneruskan laporan kepada kepolisian, ujarnya.

Di samping itu, lanjut dia, BPKEL akan menginventarisasi setiap rencana pembangunan infrastruktur yang bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh dan UU RI lainnya.

ant/isw

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif