News
Kamis, 5 November 2009 - 16:10 WIB

Di PHK, karyawan SPBU menggruduk Gedung Dewan Kota Gudeg

Redaksi Solopos.com  /  Indah Septiyaning Wardani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Yogyakarta–Karyawan SPBU Gedong Tengen dan toko sepeda motor Harpindo Jaya yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) ditemani aktivis Solidaritas Rakyat Yogyakarta (SRY) meminta keadilan ke DPRD Kota Yogyakarta, Kamis (5/11).

Sekitar 20 karyawan tersebut melakukan orasi di Gedung DPRD Kota Yogyakarta dengan membawa spanduk dan poster untuk meminta anggota legislatif  memenuhi janji mereka saat kampanye, yaitu membela rakyat kecil.

Advertisement

“Kami berharap, seluruh persoalan yang menyangkut hak-hak karyawan dapat segera dipenuhi oleh pengusaha. Maksimal pada pekan depan, Senin (9/11), tidak ada persoalan menyangkut hak karyawan yang seharusnya diberikan oleh pengusaha,” kata Koordinator Umum SRY Gi Wilujeng usai melakukan aksi di Yogyakarta.

Beberapa   hak karyawan yang belum diberikan oleh pengusaha antara lain adalah gaji yang belum sesuai dengan upah minimum provinsi (UMP), tunjangan hari raya (THR) yang tidak sesuai dengan ketentuan, PHK secara sepihak dan upah lembur yang tidak dibayarkan.

Advertisement

Beberapa   hak karyawan yang belum diberikan oleh pengusaha antara lain adalah gaji yang belum sesuai dengan upah minimum provinsi (UMP), tunjangan hari raya (THR) yang tidak sesuai dengan ketentuan, PHK secara sepihak dan upah lembur yang tidak dibayarkan.

Ia mencontohkan karyawan di SPBU Gedong Tengen yang telah bekerja selama dua tahun hanya mendapat upah Rp 450.000 per bulan atau Rp 686.000 untuk yang telah bekerja tiga tahun.

Sementara itu, sebagai THR diberikan kain sarung bagi karyawan yang bekerja kurang dari satu tahun atau uang Rp 175.000 bagi yang telah bekerja lebih dari satu tahun. Wilujeng berharap pada proses mediasi yang akan dilakukan Jumat (6/11) pengusaha dari kedua perusahaan tersebut dapat hadir. “Karena apabila tidak, kami berhak menyampaikan catatan-catatan mengenai hitungan hak-hak dari karyawan yang seharusnya dibayarkan oleh pengusaha,” katanya.

Advertisement

“PHK pun disampaikan secara lisan saat kami menerima upah untuk Oktober. Selain saya, ada dua teman lagi yang juga mengalami PHK. Semuanya adalah orang-orang yang aktif di serikat pekerja,” katanya.

Eko menyatakan karyawan yang terkena PHK tersebut tidak memiliki surat kontrak bekerja dengan perusahaan tetapi hanya sebatas pengangkatan secara lisan. “Sebelum bekerja kami juga memberikan jaminan Rp2 juta yang dipotong dari upah yang kami terima setiap bulan,” katanya.

Kasi Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta Wahyu Widayati menyatakan pihaknya akan menghubungi kedua pengusaha untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut.

Advertisement

“Pada awalnya persoalan tersebut harus diselesaikan secara bipartit antara pengusaha dan karyawan. Tetapi apabila tidak bisa, serikat pekerja menyampaikan catatan ke dinas berupa resume dari pertemuan bipartit sebelumnya,” ujarnya.

Menyangkut status karyawan yang dipekerjakan secara lisan, Wahyu menegaskan dalam hubungan ketenagakerjaan, karyawan tidak perlu memiliki surat kontrak atau dokumen hitam di atas putih lainnya. “Ketika ada pekerjaan, upah dan perintah, seseorang sudah memiliki hubungan ketenagakerjaan,” katanya.

Sementara itu, Agung Atmojo, anggota DPRD Kota Yogyakarta dari Partai Demokrat menyatakan permasalahan tersebut akan dibahas seusai pimpinan alat kelengkapan dewan diputuskan. “Permasalahan ini  akan dibahas di Komisi D yang membidangi masalah ketenagakerjaan,” katanya.

Advertisement

Selain itu, berdasarkan tata tertib DPRD Kota Yogyakarta periode 2009-2014, seluruh permasalahan sudah harus dapat diselesaikan dalam waktu dua pekan usai pengaduan.

ant/isw

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif