Jakarta–Meskipun sudah menaikkan harga elpiji 12 Kilogram (Kg), PT Pertamina (Persero) mengaku masih mengalami kerugian sekitar Rp 1.850 per Kg dari penjualan elpiji 12 Kg.
“Harga keekonomiannyakan Rp 7.700 per Kg dengan CP Aramco US$500 per ton. Sementara kita menjualnya dengan harga Rp 5.850 per Kg,” ujar Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Ahmad Faisal di Hotel Nikko, Jakarta, Selasa (13/10).
Menurut Faisal, digunakannya harga CP Aramco sebagai acuan harga keekonomian elpiji karena lebih dari 50 persen elpiji masih di impor dari Timur Tengah.
“Produksi kilang kita hargai dengan harga pasar internasional karena crude-nya kita beli dengan harga pasar juga. Elpiji kitakan sebagian besar berasal dari impor, lebih dari 50 persen kita impor,” tambahnya.
“Produksi kilang kita hargai dengan harga pasar internasional karena crude-nya kita beli dengan harga pasar juga. Elpiji kitakan sebagian besar berasal dari impor, lebih dari 50 persen kita impor,” tambahnya.
Namun Faisal mengaku, kenaikan elpiji sebesar Rp 100/kg per 10 Oktober itu telah cukup membantu mengurangi kerugian yang ditanggung Pertamina tahun ini.
BUMN Migas pelat merah tersebut memperkirakan akan mengalami kerugian sebesar Rp 2,3 Triliun dari penjualan elpiji 12 Kg pada tahun ini. Adapun rata-rata CP Aramco mulai Januari hingga Oktober 2009 sekitar US$ 479 per ton.
Saat ditanya mengenai kenaikan elpiji selanjutnya, Faisal menyatakan, perseroan masih belum menentukan kapan kenaikan lanjutan tersebut akan dilakukan.
“Kami juga harus mengevaluasi dulu kenaikan yang kemarin,” ujarnya.
Sementara itu untuk mengantisipasi kelangkaan elpiji 3 Kg akibat adanya peralihan konsumsi dari elpiji 12 Kg ke elpiji 3 Kg, Faisal berjanji akan menjaga ketersediaan suplai elpiji 3 Kg itu.
Pertamina juga akan melakukan evaluasi terhadap kemungkinan adanya peralihan konsumsi elpiji 12 Kg ke 3 Kg.
“Dua minggu lagi baru akan kelihatan. Kita evaluasi. Dua minggu lagi, kita lihat bisa turun berapa,” ungkapnya.
dtc/tya