Karena sering mendengar cerita semacam itulah bulan Juli lalu, Lady Cempluk yang tinggal di Kebakkramat ini jadi was-was sewaktu mau pulang dari rumah Gendhuk Nicole yang ada di Cengklik. Waktu itu Cempluk berada di sana sedang nglembur tugas kuliah karena komputer di rumah sedang rusak. Karena sudah larut malam, Nicole menawarkan agar Cempluk menginap saja daripada ada apa-apa di jalan. Tapi Cempluk tetap saja nekat.
Akhirnya, ketika perjalanan pulang sampai di ring road, Cempluk terus ndremimil berdoa. Tiba-tiba Cempluk mendengar ada suara mesin sepeda motor yang meraung kencang dari arah belakang. Dengan jantung berdebar, Cempluk langsung menarik tuas gasnya.
Melihat Cempluk ngebut, kendaraan di belakang pun semakin menambah kecepatannya, hingga terjadilah oyak-oyakan di sepanjang jalan itu. Tapi apa boleh buat, motor Cempluk memang kalah kencang. Cempluk sudah pasrah ketika kendaraan tadi berhasil nyalip lalu menyejajarinya. Saat Cempluk dengan gemetar menoleh, ternyata kendaraan tadi ditumpangi oleh dua orang. Si pengemudi adalah Jon Koplo, adiknya Gendhuk Nicole, sedang si pembonceng adalah Nicole sendiri.
”Pluk, kowe ki piye?” Wong arep dikawal kok malah nggenjrit mlayu,” teriak Nicole dari jok belakang. ”Aku ora tegel mbayangke kowe numpak montor dhewe, adhikku terus tak gugah, tak jak ngawal kowe.”
Walaupun akhirnya lega, Cempluk tetap saja nesu-nesu.
”Asem kowe, Nduk. Gawe dheg-dhegan wong wae. Atiku nganti entek ki. Nek aku mati jantungan piye jal?”
Melihat Cempluk pucat begitu, Koplo dan Nicole malah tertawa ngakak. Kiriman Saptadi Winasmono, Jl Arifin No 66, Solo.