News
Rabu, 8 Juli 2009 - 12:40 WIB

MUI: Tinta usai mencontreng tak halangi dalam berwudhu

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarang–Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah menyatakan tinta yang dijadikan untuk menandai para pemilih dalam pemilihan presiden 2009 tidak menghalangi keabsahan dalam berwudhu.

”Tinta yang dipakai bukan cat sehingga wudhu akan tetap sah,” kata Sekretaris Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah Ahmad Rofiq di Semarang, Rabu (8/7).

Advertisement

Rofiq mengibaratkan, tinta yang dipakai Komisi Pemilihan Umum seperti pacar yang biasa digunakan di kuku. Tinta mengandung air tersebut meresap dalam kulit sehingga tidak akan menghalang-halangi air wudlu di jari-jari.

”Yang melekat tidak bahan kimiawinya,” kata dia.

Pada pemilu 2004 lalu, persoalan ini sebenarnya sudah mengemuka. Saat itu, Komisi Pemilihan Umum meminta fatwa kepada Majelis Ulama Indonesia. Hasilnya, MUI memutuskan bahwa tinta tersebut tidak menghalangi keabsahan wudlu.

Advertisement

Rofiq mengakui, menjelang pemilu 2009 KPU tidak meminta fatwa kepada MUI terkait dengan polemik tinta. Hal ini karena sebelumnya sudah ada keputusan yang membolehkan.

Selain itu, kata Rofiq, keberadaan tinta tersebut sangat penting dalam pemilu karena untuk menandai siapa yang sudah mencontreng dan siapa yang belum.
”Coba bayangkan kalau tidak ada tanda, pasti pemilu akan lebih semrawut,” katanya. Dengan alasan untuk kebaikan seperti itulah, MUI juga membolehkan umat muslim diberi tinta sebagai tanda sudah mencontreng.

Apalagi, Rektor Universitas Wahid Hasyim Semarang ini, tinda berwarna biru tua itu bisa hilang jika dibersihkan dengan sabun berkali-kali.

Advertisement

Sebelumnya, pengasuh dan santri di Pengasuh Pondok Pesantren Benda Kerep, Kota Cirebon, Jawa Barat, tidak mau menggunakan tinta sebagai tanda sudah mencontreng karena alasan akan menghalangi keabsahan wudlu. Alasannya, tinta resmi yang berwarna biru tua itu menutupi pori-pori.

“Itu berarti menghalangi wudu, sehingga salat kami pun tidak sah,” kata Ustadz Miftah, pengasuh pondok tersebut. Karena itulah dia mengusulkan kepada KPUD dan Panwaslu untuk mengganti tinta dengan kunyit atau pacar yang berwarna kuning.

Tempointeraktif/fid

Advertisement
Kata Kunci : MUI
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif