News
Senin, 22 Juni 2009 - 20:51 WIB

Pengamat: Neo-liberalisme juga punya sisi positif

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Pengamat ekonomi dari Soegeng Sarjadi Syndicate, Toto Sugiarto, menyatakan, sistem ekonomi neo-liberal yang akhir-akhir ini sering disebut sebagai penyebab krisis global juga memiliki sisi positif dalam penerapannya.

“Neo-liberalisme bisa menghilangkan kecenderungan manusia terhadap kemalasan karena ada faktor kompetisi disana,” katanya di Jakarta, Senin.

Advertisement

Dia menjelaskan, konsep neo-liberalisme sebenarnya berasal dari keinginan untuk mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan gangguan dan munculnya ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang berujung pada tindakan koruptif.

Kompetisi yang ada, katanya, menyebabkan manusia berlomba-lomba untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya guna mencapai kemajuan dalam usaha.

Namun, paham ini juga memiliki sisi negatif antara lain finansialisasi yang terlalu dominan sehingga melampaui ekonomi riil dalam satu negara serta menghilangnya nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan sebagai akibat dari persaingan yang tinggi.          

Advertisement

Untuk kasus Indonesia, katanya, sistem ekonomi negara ini tidak murni menganut neo-liberalisme namun cenderung ke arah paham tersebut. Dia mencontohkan beberapa tindakan yang diambil para pemimpin Indonesia yang mencerminkan kecenderungan pemerintah terhadap neo-liberalisme seperti revitalisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengenakan bea impor rendah serta kontrak karya minyak dan gas (migas) dengan perusahaan-perusahaan asing.

Keputusan-keputusan tersebut diambil berdasarkan persyaratan yang tercantum dalam perjanjian penerimaan utang luar negeri yang disepakati bersama lembaga donor untuk membiayai Anggaran Pembelanjaan Negara (APBN) selama ini.

Dia mengimbau kepada pemerintah agar mengendalikan sistem ekonomi Indonesia agar tidak terjebak ke arah neo-liberalisme yang mempersempit peran negara dalam mengatur hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Advertisement

“Kuncinya adalah pengendalian dengan sistem regulasi yang baik sehingga kompetisi tetap ada tapi tidak berlebihan dan akhirnya menghancurkan negara,” katanya.

Dia menambahkan, pemerintah seharusnya lebih fokus untuk membangun sektor riil daripada sektor keuangan yang rentan terhadap krisis.
Ant/tya

Advertisement
Kata Kunci : Liberalisme Neo
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif